PERSADARIAU, PEKANBARU — Sehari setelah dibesuk Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Provinsi Riau, korban konflik antara warga Sakai, Logam, dengan pekerja PT Panahatan di Kecamatan Mandau, Kab. Bengkalis, meninggal dunia hari Sabtu. Tak pelak lagi, LAMR kembali ke lapangan untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan. Selain itu ikut berusaha bersama tokoh-tokoh setempat dan penegak hukum, mengantisipasi kemungkinan adanya gejolak sosial akibat korban jiwa tersebut.
“Kami mengadakan pertemuan dengan berbagai pihak sejak Jumat, agar peristiwa ini tidak menimbulkan masalah keamanan lain. Di samping itu, LAMR meminta perusahaan bertanggung jawab atas kejadian ini, ” kata Pimpinan Pertama Tameng Adat LAMR Provinsi Riau, Panglima Perdana T. Heryanto, kepada media, Ahad (2/7) .
Tim pertama LAMR dipimpin Sekum DPH LAMR Datuk Junaidi Dasa, didampingi tiga pengurus Tameng Adat. Sedangkan tim kedua dipimpin Panglima Perdana Tameng Adat LAMR Riau T. Heryanto, didampingi empat orang pengurus dan anggota Tameng Adat seperti Datuk Khalid, Datuk Anju Surapati, Datuk Novi, dan Datuk Nurzen.
Menurut T. Heryanto, secara maraton, pihaknya telah bertemu dengan berbagai pihak termasuk dengan keluarga korban dan pemuka masyarakat. Paling intensif dengan kepolisian. ” Jumat dan tadi malam sudah berbincang dengan kepolisian, disambung Ahad siang ini, ” kata T. Heryanto.
Di antara isi pertemuan-pertemuan itu adalah bagaimana mengantisipasi untuk tidak menimbulkan konflik baru setelah kejadian ini. Warga diminta untuk tenang, selain mendorong kepolisian memberi perhatian khusus terhadap peristiwa tersebut.
Heryanto mengaku, pihaknya belum bertemu dengan utusan perusahaan. “Kita dapat memahami kalau mereka tidak datang menemui masyarakat, termasuk ke rumah duka, sebab situasinya memang belum memungkinkan,” tambah Pimpinan Kedua Tameng Adat LAMR Prov Riau, Panglima Madya Khalid.
Menurutnya, sudah ada kesepakatan, polisi akan menjadi mediator untuk mempertemukan LAMR dengan perusahaan. Pimpinan PT Panahatan, akan dipanggil ke LAMR di Pekanbaru dalam waktu cepat ini.
Pertemuan itu kelak, diharapkan tidak saja berkaitan langsung dengan kejadian konflik yang sampai menimbulkan korban jiwa, tetapi juga bagaimana sinergi perusahaan dengan masyarakat setempat dapat diwujudkan, misalnya tentang CSR (Corporate Social Responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan.
Hal terakhir itu, ujar Panglima Madya Khalid, menjadi amat penting karena konflik antara PT Panahatan dengan warga selalu terjadi, malah sejak perkebunan sawit perusahaan itu dibuka 20-an tahun lalu. “Kami tidak mau adanya konflik warisan di sini, ” kata Khalid.
Sekum DPH LAMR Datuk Junaidi Dasa mengatakan, bentuk gejolak yang terjadi di tengah masyarakat adat dengan koorporasi di wilayah adat mesti ditengahi , sehingga setiap sengketa antara koorporasi dengan masyarakat adat di Riau tidak terus menerus terjadi.
Kongkretnya ujar Datuk Junaidi, terwujudnya hak- hak masyarakat adat dan tidak ada lagi “dendam warisan” antara masyarakat adat dan koorporasi yang ada di wilayah Adat Riau. Seluruh lapisan masyarakat adat dan korporasi serta pemangku kepentingan, mesti saling bersinergi.
Bentrok terbaru terjadi hari Selasa pagi (27/6). Pekerja PT Panahatan tidak terima jika areal kebun diportal warga, sehingga mereka tidak bisa bekerja. Sedangkan warga Sakai mengaku bahwa kawasan yang diportal itu adalah wilayah mereka.
Tak pelak lagi, mereka saling lempar batu. Salah satu lemparan tersebut, mengenai warga Sakai, Pak Logam. Ia segera dilarikan ke rumah sakit karena cukup parah, kemudian meninggal dunia.