PERSADARIAU, PEKANBARU – Selaku penerima kuasa usaha dari kelompok pemilik lahan/tanah di Kampung Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Sarli bersama Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat (PSHP) membuat kesepakatan dengan PT Triomas Forestry Development Indonesia. Yang mana kesepakatan tersebut di legalisasikan melalui Notaris dengan nomor : 2.877/Leg/2020 pada tanggal 20 Februari 2020.
“Pada tahun 2019 kami miliki izin dan memanen kayu akasia diatas lahan kami sendiri, kami ada kerjasama dengan PT RAPP,” kata Sarli kepada beberapa awak media bertempat di salah satu cafe yang cukup ternama di Kota Pekanbaru, Rabu (11/5/23).
“Selama hampir 3 bulan kami memanen kayu akasia itu tiba-tiba ada surat panggilan dari Polda Riau. Dari surat panggilan itu diketahui kami selaku pengurus dilaporkan karena mencuri kayu milik PT Triomas,” imbuhnya.
Selain memenuhi pemanggilan dari pihak yang berwajib, pengurus koperasi serang balik korporasi tersebut dengan melaporkan PT Triomas FDI menanam kelapa sawit dalam kawasan Hutan Produksi Konservasi (HPK) dan Hutan Produksi (HP). “Dalam pemeriksaan polisi kami menyerahkan data-data mulai dari surat tanah serta izin-izin kayu dan lain-lain,” ujar Sarli.
Dijelaskan Sarli, surat lahan yang di miliki masyarakat terbit dalam rentang waktu dari tahun 2002 sampai 2006 sedangkan Surat Keputusan (SK) Pelepasan PT Triomas pada tahun 2006 dan HGU nya di tahun 2010, agar tidak semakin mendalam persoalan ini pengurus koperasi lakukan perlawanan terhadap perusahaan sawit itu. Laporan ditujukan pada Ditreskrimsus Polda Riau tentang penanaman kelapa sawit diluar Hak Guna Usaha (HGU) di perkirakan luasnya mencapai ratusan hektare.
Akibat dari laporan melanggar ketentuan HGU, PT Triomas mengajak Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat berdamai. Setelah masing-masing pihak mencabut laporan polisi maka muncullah perjanjian bernomor : 2.877/Leg/2020 antara kedua belah pihak.
“Kami punya dua janji dan perusahaan punya empat janji. Janji kami Pertama, memberikan surat beserta tanah seluas 618 hektare kepada perusahaan. kedua, kami harus menyerahkan sepertiga dari hasil kayu yang di panen. Sedangkan janji perusahaan; bersedia berikan uang sagu hati sebesar Rp 1,6 miliyar, akan memberi tukar guling terhadap lahan-lahan kami tersebut, membangun kebun kelapa sawit pola KKPA seluas 783 hektare, perusahaan juga harus berikan plasma sebesar 20% dari luas HGU,” terang Sarli.
Seiring berjalannya waktu, hasil panen akasia tidak sesuai apa yang di harapkan sehingga membuat pihak koperasi kesulitan untuk memberi sepertiga hasil kayu kepada perusahaan, sehingga kini pengurus koperasi PSHP di jadikan tersangka oleh aparat penegak hukum. Sementara itu PT Triomas FDI tidak satu pun janji pada kesepakatan tersebut di realisasikannya. (Sus)