PERSADARIAU, PEKANBARU – Rapat koordinasi dan tinjauan lapangan aksi Strategis Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, membahas pelaksaan aksi kebijakan satu peta, acara tersebut berlangsung fi ruang Kenanga kantor Gubernur Riau, pada Kamis (6/6/24).
Pj Gubernur Riau SF Haryanto beserta seluruh Kepala Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemprov Riau, mengikuti agenda rapat koordinasi (Rakor) itu.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK sekaligus Koordinator Pelaksana Stranas PK Pahala Nainggolan mengatakan, berdasarkan Peta Indikatif Tumpang Tindih Informasi Geospasial Tematik (PITTI). Terdapat 1,9 juta hektar (Ha) dari jumlah seluruh area perkebunan di Riau yang teridentifikasi tumpang tindih.
“Berdasarkan Undang Undang Cipta Kerja pada Pasal 110A dan Pasal 110B, beberapa badan usaha telah membayarkan sanksi administrasi. Ditemukan potensi income Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp 150.000.000.000,- lebih dari pelanggar Pasal 110A, ada sekitar 94 perusahaan,” ungkap Pahala Nainggolan.
“Lalu 23 perusahaan tercatat sebagai pelanggar Pasal 110B, dari sini terdapat PNBP sekitar 800 miliar rupiah,” tambahnya.
Selain soal perkebunan, aktivitas tambang juga menjadi sorotan oleh KPK. Pasalnya, ditemukan lebih dari 500 hektar kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan Riau.
Berdasarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), yang diduga dilakukan 5 (lima) perusahaan, ini bertentangan dengan Pasal 110B UU Cipta Kerja.
“Aktivitas pertambangan ilegal di Riau pada areal penggunaan lahan yang lain dengan luasan mencapai 27.000 hektar dan belum diketahui badan usahanya serta belum ada kepastian pengenaan sanski,” papar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK RI ini.
Pahala Nainggolan berharap Pemprov Riau dapat lebih maksimal mengejar potensi PNBP atas sanksi terhadap badan usaha yang telah melanggar regulasi. (Rls)