PERSADARIAU, PEKANBARU – Jikalahari menilai PJ Gubernur, SF Hariyanto tidak berani melakukan tindakan konkret dan tegas untuk mencegah karhutla dan hanya meneruskan kegagalan Gubernur Riau sebelumnya. Karhutla terus meluas karena tidak dilakukan pencegahan sejak awal, padahal Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengingatkan 2024 akan lebih panas dari 2023.
“Kami terus mengingatkan tugas PJ Gubernur Riau untuk melakukan tindakan pencegahan karhutla, namun tidak ada tindakan konkret dari PJ Gubernur,” kata Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari, (1/8/24).
“SF Hariyanto hanya fokus dalam kegiatan penanganan kebakaran berupa menetapkan status siaga darurat karhutla, meminta bantuan helikopter dan pesawat TMC dari pusat dan meminta bupati segera menetapkan status siaga darurat karhutla untuk mendapatkan dana belanja tak terduga (BTT) yang bersumber dari APBN.”
Pada 24 Juli 2024, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Riau, M Edy Afrizal menyampaikan sejak Januari hingga saat ini, tercatat sudah 745,42 hektar luas lahan terbakar di Provinsi Riau. Luas lahan terbakar tersebut tersebar di kabupaten/kota di Riau, terluas di kota Dumai seluas 189,60 hektar. Sedangkan menurut KLHK dalam laman sipongi.menlhk.go.id, karhutla mencapai 4.249,71. Paling luas terbakar di Kabupaten Kepulauan Meranti seluas 1.617,98 ha atau 38% dari luas karhutla di Riau.
Warning risiko karhutla juga disampaikan Executive General Manager Bandara SSK II Pekanbaru Radityo Ari Purwoko, “Kami sudah warning sejak 2 minggu yang lalu ke seluruh jajaran AP II dan juga maskapai, terkait risiko munculnya karhutla di musim kemarau, kami mengimbau agar semua pihak di bandara agar selalu waspada,” ungkapnya, Selasa (30/7/2024).
Analisis Jikalahari melalui satelit Terra Aqua Sensor Modis dengan confidance >70% sepanjang Januari – Juli 2024 ditemukan hotspot sebanyak 198 titik, 37 titik berada di korporasi HTI dan sawit, sisanya berada di kawasan non korporasi. Sekitar 81 % atau 161 titik berada di kawasan gambut dengan kedalaman 1-4 meter. Hotspot tersebar di seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Riau, paling banyak berada di Kota Dumai.
Penetapan status siaga darurat karhutla merupakan kebiasaan gubernur-gubernur di Riau sebelumnya untuk mendapatkan bantuan pendanaan dari pusat, harusnya SF Hariyanto tidak mengikuti kebiasaan buruk gubernur sebelumnya, fokus terhadap pencegahan sesuai Perda No 1 Tahun 2019 tentang Pedoman Tekhnis Penanggulangan Karhutla.
“Pj Gubernur SF Hariyanto mestinya menjalankan amanat Perda Nomor 1 Tahun 2019 dibanding mengharap bantuan pemerintah pusat, ini kewajiban Pemprov yang saat ini dipimpin PJ Gubenur. Mandat Perda 1 Tahun 2019 lebih clear untuk mencegah karhutla,” kata Okto.
Dalam Perda 1 Tahun 2019, terdapat kewajiban Pemprov Riau mulai dari pencegahan, penanggulangan, dan penanganan pasca kebakaran hutan dan/atau lahan termasuk sarana prasarana, pengawasan, kelembagaan, peran masyarakat, pembiayaan, ketentuan penyidikan, dan ketentuan pidana.
Pertama, penataan lahan gambut. Dalam perda ini mewajibkan pemerintah daerah melakukan (1) penataan ulang pengelolaan dan pemanfaatan gambut sesuai peruntukan tata ruang wilayah dan provinsi, (2) peninjauan ulang perizinan gambut, (3) menyusun rencana pengelolaan dan pemanfaatan gambut.
Kedua, audit kepatuhan. Setiap pemegang wajib melakukan audit kepatuhan ketersediaan sarana dan prasarana pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan setiap dua tahun sekali dengan melibatkan pemerintah daerah, hasil audit kepatuhan disampaikan kepada masyarakat sebagai informasi publik melalui media cetak dan elektronik.
Ketiga, pengawasan pemerintah daerah. Pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan, evaluasi dan monitoring terhadap kelengkapan dan kondisi sarana dan prasarana pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan terhadap setiap pemegang izin secara berkala paling sedikit enam bulan sekali dengan melibatkan perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat dibidang lingkungan hidup.
“Pj Gubernur Riau harus berani melakukan penataan lahan gambut, audit kepatuhan korporasi, pengawasan dan evaluasi serta monitoring terhadap korporasi, sebab telah diamanatkan berdasarkan Perda yang sudah disahkan bersama DPRD Riau,” kata Okto.
Jikalahari mengusulkan kepada Presiden, Mendagri dan KLHK untuk memperbaiki model penetapan siaga darurat yang dilakukan oleh Gubernur. Sebab, dengan penetapan Siaga Darurat Karhutla, seolah-olah penanganan Karhutla hanya berfokus pada pemadaman dan menjadi andalan Gubernur untuk melepas tanggungjawabnya pada pusat.
“Mendagri perlu mengevaluasi kinerja Pj Gubernur Riau dalam hal pencegahan karhutla, termasuk pendanaan pencegahan karhutla dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi yang dilaksanakan oleh Pj Gubernur,” kata Okto. (**/Rls)