PERSADARIAU, ACEH UTARA — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Lhokseumawe mengecam keras dugaan tindakan intimidasi dan perampasan alat kerja jurnalis yang dilakukan oknum anggota TNI berinisial Praka Junaidi saat peliputan aksi damai di Aceh Utara, Kamis (25/12/2025).
Korban dalam insiden tersebut adalah Muhammad Fazil, Koordinator Divisi Advokasi AJI Kota Lhokseumawe. Saat itu, Fazil tengah meliput aksi di depan Kantor Bupati Aceh Utara, Landing, Lhoksukon.
Aksi tersebut menuntut pemerintah pusat menetapkan status bencana nasional atas banjir bandang yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh.
Dalam peliputan, Fazil merekam dugaan tindakan kekerasan aparat terhadap peserta aksi. Rekaman tersebut merupakan bagian dari kerja jurnalistik yang sah dan dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Namun, seorang anggota TNI mendatangi Fazil dan memaksa agar video tersebut dihapus. Meski telah dijelaskan bahwa rekaman belum dipublikasikan dan masih dalam proses jurnalistik, tekanan tetap dilakukan.
Tak lama kemudian, Praka Junaidi kembali mendatangi Fazil dan secara paksa berupaya merampas telepon genggam miliknya.
Ancaman juga dilontarkan, termasuk akan melempar ponsel jika video tidak dihapus.
Ketua AJI Kota Lhokseumawe, Zikri Maulana, menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk intimidasi serius terhadap kebebasan pers.
“Pemaksaan dan ancaman ini menunjukkan ketidakpahaman aparat terhadap hukum pers dan prinsip kebebasan berekspresi,” kata Zikri dalam keterangannya.
Akibat insiden tarik-menarik, ponsel milik Fazil mengalami kerusakan dan tidak dapat digunakan. Kondisi itu dinilai menghambat kerja jurnalistik serta menimbulkan kerugian materiil. Meski demikian, rekaman video masih tersimpan di dalam perangkat.
Fazil menegaskan dirinya adalah wartawan profesional yang bekerja berdasarkan Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, bukan konten kreator media sosial.
AJI menilai tindakan tersebut bukan sekadar pelanggaran disiplin, melainkan pelanggaran serius terhadap kebebasan pers. Pasal 8 UU Pers menyatakan wartawan dilindungi hukum dalam menjalankan profesinya. Sementara Pasal 18 ayat (1) UU Pers mengatur ancaman pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta bagi pihak yang menghambat kerja pers.
Atas peristiwa itu, AJI Kota Lhokseumawe mendesak:
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Joko Hadi Susilo mengusut tuntas kasus ini dan menjatuhkan sanksi tegas kepada pelaku.
Penggantian kerugian materiil atas rusaknya alat kerja wartawan.
Jaminan keamanan dan perlindungan bagi jurnalis saat melakukan peliputan di Aceh.
AJI menegaskan pers bukan musuh negara dan kerja jurnalistik tidak boleh diperlakukan sebagai ancaman keamanan.
“Pers tidak boleh dibungkam. Kekerasan terhadap wartawan adalah kejahatan terhadap demokrasi,” tegas Zikri.

