PERSADARIAU, PELALAWAN – Sabtu malam kemarin, menjadi babak baru bagi Gubernur Riau Syamsuar dan Wakil Gubernur Edy Natar Nasution di Gedung LAMR (Lembaga Adat Melayu Riau) , Jalan Diponegoro Pekanbaru, Sabtu (15/4/2023) malam wib.
Keduanya tampak sumringah, saling tertawa bahkan berjabatan tangan erat. Keduanya juga duduk berdekatan, diapit Ketua MKA LAMR Raja Marjohan Yusuf dan Ketua Harian LAMR Taufik Ikram Jamil.
Duduk bersama, mendengar tausiah bersama, berbuka puasa bersama dan shalat maghrib juga bersama. Ibarat pepatah; “Bertemu ruas dengan buku”, itulah yang terjadi hari itu. Keduanya (gubernur dan wagub) ibarat dua pilar yang tak dapat dipisahkan.
“Kalau menampi, jangan tumpah padinya,” kata Ketua Majelis Kerapatan Adat LAMR Marjohan Yusuf. Artinya, semua pekerjaan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Keduanya sudah bisa didudukkan bersama kembali.
Sebelum ini, memang terdengar kabar, Gubernur Syamsuar dan Wagub Edy Natar, berbeda pendapat. Persoalannya taklah pula begitu penting. Hanya masalah sumbangan mesjid pada acara Safari Ramadhan tahun ini. Edy, konon sempat mengamuk, sementara Syamsuar tak hendak melayani.
Edy dikabarkan marah, karena jatah sumbangan CSR dari Bang Riau Kepri (BRK) Syariah, itu berjumlah Rp50 juta. Tapi untuk Edy dikurangi menjadi Rp25 juta. Sementara untuk Gubernur Riau, tetap Rp50 juta.
Wagub menjadi meradang. Semua pihak yang terkait lalu dipanggil. Mulai dari petinggi BRK, Biro Sosial, Kepala Dinas Infokom Riau dan lainnya. Dari beberapa pihak yang dipanggil, Wagub mendapat kepastian, bahwa uang itu dipotong Gubernur Syamsuar.
Benarkah Gubernur Syamsuar memotong bantuan yang sudah disepakati itu? Kata Kepala Dinas Infokom Riau, Erisman Yahya, “Itu tak benar. Tak mungkinlah Pak Gubernur mau memotongnya. Terlalu naif bagi Gubernur untuk memotong uang sumbangan mesjid,” kata Eris, panggilan akrabnya. “Kalau menyesuaikan, iya,” sambungnya.
Menyesuaikan yang dimaksud Eris, sumbangan yang diserahkan Pak Wagub itu dijadikan Rp25 juta saja. Penyesuaian ini, menyusul pesan Pak Wagub kepada pengurus Partai Nasdem, yang juga diterima Pak Syamsuar, justru dari kader Partai Nasdem sendiri.
Isi di pesan di WAG (What’sUp Grup) itu, bahwa sejumlah kader Partai Nasdem, diharapkan ikut dalam Safari Ramadhan Wagub, ke mesjid-nesjid di Riau, sekaligus untuk sosialisasi bagi kader yang ikut pencalekan pada Pemilu mendatang. Tindakan Wagub ini, dinilai tidak tepat, karena sudah mencampuradukkan antara Safari Ramadhan dengan safari politik.
Pak Wagub sendiri menampik, dia tidak bermaksud kampanye politik dengan WA-nya itu. Tapi hanya memberi tahu kadernya, bahwa dia akan berkeliling Riau untuk menyerahkan bantuan CSR untuk mesjid. Apakah salah, sebagai Dewan Pakar/Penasehat Partai Nasdem, memberi tahu kadernya bahwa dia datang ke kabupaten/kota. Menurut Wagub, ini tidaklah salah. Yang salah adalah pemotongan dana CSR itu menjadi separuh.
Entah siapa yang salah, kemudian cerita ini merebak jadi pemberitaan yang viral. Gubernur maupun Wagub, dikejar pemburu berita untuk klarifikasi. Media sosial juga tak lengkap, jika tidak memanas-manasi. Bahkan isi berita kemudian “digoreng” menjadi liar. Dari pemberitaan-pemberitaan tersebut, lalu lahir opini yang tidak sehat. Gubernur dan wakil gubernur “berperang” menyangkut dana CSR Safari Ramadhan. Masa Allah!
Sejumlah pakar dan orang-orang pintar pun ikut dalam lautan perdebatan ini, melalui sejumlah opini dan pendapat. Ada yang mendukung Pak Wagub, ada pula yang membenarkan sikap Gubernur Syamsuar. Bahkan ada pula yang seperti menyiramkan bensin pada api yang menyala.
Padahal, selama 4 tahun kepemimpinan keduanya, tak ada gejolak yang berarti. Aman-aman saja. Bak kata pepatah; “Seperti paru dengan kepak”. Atau dua orang atau kelompok yang semufakat dan seiya sekata.
Berdasarkan cerita-cerita inilah, kemudian LAMR mengambil kebijakan. Para petinggi LAMR sepakat untuk mengundang gubernur dan wakil gubernur untuk duduk bersama. Maklumlah, ini tahun panas menjelang 2024. Baik Gubernur maupun Wakil Gubernur sama-sama ingin memenangkan hati masyarakat, untuk menjadi Wakil Rakyat di DPR-RI maupun nanti dalam pemilihan Gubernur Kepala Daerah.
Mengusung tema; “Tebar Kebahagiaan dengan Silaturahim Untuk Meraih Berkah Ramadan”, acara ini digelar dan dihadiri oleh sebagian besar pengurus LAMR, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan lainnya, dipimpin Datuk Raja Marjohan dan Datuk Taufik Ikram Jamil.
Kesempatan ini, Marjohan mengajak seluruh yang hadir untuk membersihkan hati dan meluruskan niat pada bulan suci Ramadhan. Apalagi, bulan penuh berkah ini hanya tinggal beberapa hari lagi. “Mari kita sama-sama bersihkan hati dan luruskan niat pada bulan suci ini,” ajaknya.
Pada bulan Ramadan, kata Datuk HR Marjohan, manusia hanya mengharapkan rida Allah SWT dari seluruh yang dikerjakan. Inilah bulan yang bisa membersihkan dosa dan hati kita,” tambahnya.
Sedang Datuk Taufik Ikram, setelah acara kepada wartawan menyebut, ibarat pepatah; “Jangan Iba akan kacang sebuah, tak jadi memengat”. Maksudnya, karena sayang atau persoalan yang tak penting, tidak jadi mengerjakan hal yang besar yang menyenangkan hati.
Tokoh masyarakat Riau, A Aris Abeba, juga ikut berpetuah; “Jangan berleleran bagai getah di lalang”. Maksud Aris, tinggalkan percakapan atau pembicaraan yang tak perlu. Kedua pimpinan itu, adalah panutan masyarakat. Jadi, harus bisa saling mengisi dan tidak perlu jadi perbincangan yang tak baik.
Aris menambahkan, “Bahasa dan bangsa tidak dijual beli”. Baik dan buruknya prilaku seseorang, menunjukkan tinggi rendahnya martabat dan asal usul mereka. ” Kita orang Melayu. Karena itu kita bangga dan senang hari ini, sebab LAMR bisa tampil sebagai penengah,” kata Aris.
Aris melanjutkan, menyitir sebuah pepatah; “Sebab budi boleh kedapatan”. Yang maksudnya, nama baik bisa tercemar, akibat perbuatan yang tak pantas. Dan sangat tak pantas lagi jika kita ikut mencemarkan nama baik orang.
Gubernur dan Wagub itu kata, Tokoh Pemuda Riau, Saipul Bahri, ibaratnya; ” Besar air, besar gelombang”. Makin tinggi jabatan mereka, makin banyak yang harus mereka hadapi. “Makin tinggi pohon, makin kuat angin menerpa”.
Apalagi di era digital ini, apa yang mereka lakukan, cepat tersebar dan diketahui masyakarat. Tak peduli yang baik, apalagi sebuah keburukan. Akan cepat menyebar bahkan menjadi viral. “Betul atau tidak, itu cerita lain. Jadi para pemimpin mesti ekstra hati-hati jika ingin berbuat atau berkelakuan,” ujar Saipul yang juga pengurus LAM Riau.
Menggoyang lidah itu, lanjutnya tidaklah susah. Apalagi lidah itu tidak bertulang. Jadi dia sangat berharap pemimpin dan masyarakat harus berhati-hati menggunakan lidahnya. “Tak semua yang diucapkan lidah adalah benar. Dan tak pula semua yang diucapkan itu, salah. Jadi saya sangat setuju dengan petuah Ketua MKA LAMR pada pertemuan malam ini. Jagalah hati, karena hanya hati yang bisa menyaring, mana yang salah dan mana yang benar,” Ujar Dheni Kurnia, dari acara buka bersama LAMR.