PERSADARIAU, PEKANBARU — Persoalan migran dan pengungsi yang ada di Indonesia dan Pekanbaru khususnya, tidak bisa digeneralisir. Jurnalis perlu komprehensif memahami isu sehingga lebih jernih dalam melihat persoalan.
Justifikasi dan stigma terhadap migran dan pengungsi sering terjadi. Ini Adalah akibat dari jurnalis melihat persoalan tidak menyeluruh. Kelompok ini merupakan kelompok rentan yang perlu empati dalam menulis.
Demikian ditegaskan salah satu trainer Nani Afrida dalam Workshop Meliput Isu Migran dan Pengungsi yang berlangsung dua hari di Hotel Grand Suka Pekanbaru, 16-17 Juni 2023.
“Persoalan imigran dan pengungsi merupakan persoalan global. Mereka datang ke suatu negara dengan rasa ketakutan dan berharap mendapatkan tempat tinggal yang lebih aman. Kita harus melihat semuanya tanpa adanya prasangka,” kata Nani.
Dia mengatakan adanya persoalan sosial yang dilakukan oknum pengungsi memang terjadi namun tidak berarti jurnalis menggeneralisasi semua pengungsi melakukan hal yang sama.
“Sebagai jurnalis harus objektif, dan menulis bukan berdasarkan informasi tanpa dasar karena akan menimbulkan diskriminasi kemudian kebencian,” kata Nani lagi.
Selain pemateri dari Aji Indonesia, hadir juga pembicara dari International Organisation for Migration (IOM), Josephine Imelda dan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Pekanbaru, Inang Tati Dewi.
Indonesia termasuk negara yang tidak meratifikasi Konvensi 1951 tentang Kasus Pengungsi dan Protokol 1967. Saat ini ada 13.175 pengungsi dan pencari suaka di Indonesia yang terdiri dari laki-laki, perempuan dan anak-anak. Diantara jumlah tersebut juga ada pula pula pendatang dari Rohingya yang statusnya stateless dan anak-anak tanpa pendamping.
Dasar hukum yang digunakan oleh pemerintah daerah dalam menangani pengungsi adalah UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, UU No.37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri dan Perpres No.125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri.
Jumlah pengungsi luar negeri di Pekanbaru per Juni 2023 dicatat Kesbangpol sebanyak 861 orang. Sebagian besar berasal dari negara Afganistan.
“Pengungsi yang ada di Pekanbaru berasal dari Afganistan, Myanmar, Sudan, Iran, Iraq, Pakistan, Palestina dan Somalia. Pemerintah daerah bersama IOM telah menentukan 8 tempat penampungan bagi pengungsi tersebut yang layak huni. Selama mereka berada di Pekanbaru, IOM telah memberikan fasilitas hidup seperti biaya untuk kebutuhan dasar, kesehatan dan pendidikan,” kata Inang di hadapan 22 jurnalis peserta workshop di Pekanbaru, 16-17 Juni 2023.
Anak usia sekolah, bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah negeri. Mereka dititipkan untuk belajar, namun tidak mendapatkan surat tanda tamat belajar dari sekolah bersangkutan.
Menurut IOM, karakteristik migrasi pada umumnya sangat komplek dan dinamis. Penyebab orang bermigrasi disebabkan karena beberapa hal, seperti keadaan yang memaksa mereka untuk berpindah negara, ada pula yang pergi meninggalkan negaranya secara suka rela.
“Alasan mereka melakukan migrasi banyak, diantaranya karena perang, situasi politik, bencana alam, faktor ekonomi dan lain sebagainya,” kata Imelda.
Tidak hanya workshop untuk jurnalis, AJI bersama IOM juga melakukan rountable meeting yang diikuti oleh lima editor atau pemimpin redaksi dari lima media di Pekanbaru pada 15 Juni 2023. Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan peserta tentang perkembangan isu pengungsi, hak-hak pengungsi dan tanggung jawab jurnalistik terhadap isu-isu tersebut.
Ketua AJI Pekanbaru, Eko Faizin dalam kata sambutannya saat membuka workshop menjelaskan, kegiatan AJI dan IOM ini merupakan kali kedua yang dilaksanakan di Pekanbaru. Tahun lalu agenda serupa juga pernah dilakukan dengan peserta berbeda. Selain di Pekanbaru, Rountable dan Media Workshop Tentang Isu Migran dan Pengungsi ini juga dilaksanakan di 7 AJI Kota lain di Indonesia.
“Peserta yang mengikuti Rountable dan Media Workshop Isu Migran dan Pengungsi kali ini berjumlah 25 orang. Sebagian besar belum pernah mengikuti acara serupa tahun sebelumnya. AJI berharap peserta mendapatkan perspektif terkait isu migran dan pengungsi,” kata Eko.
Fernando, peserta workshop dari Tribun Pekanbaru berharap ada workshop lanjutan yang mengangkat isu spesifik dan langsung mempraktekannya dengan turun ke lapangan.
“Materinya sudah baik dan cukup interaktif workshopnya. Ke depan saya berharap ke depan workshopnya ada ada praktek menulis agar kami lebih paham dan mendapat isu lebih banyak,” kata Fernando. (rilis)