Sastrawan kharismatik kelahiran 7 November 1935 di Surakarta, W.S. Rendra melahirkan sebuah puisi yang sangat mendalam.
Pria dengan nama asli Dr. Willibrordus Surendra Broto Rendra, S.S., M.A. yang kemudian mengubah namanya usai mengucapkan syahadat pada tahun 1970 menjadi Wahyu Sulaiman Rendra, atau dikenal sebagai W.S. Rendra dikenal sebagai seorang penyair, dramawan, pemeran dan sutradara teater berkebangsaan Indonesia. Di kutip dari Wikipedia, sejak muda, dia menulis puisi, skenario drama, cerpen, dan esai sastra di berbagai media massa.
Sebelum kepergiannya pada Agustus 2009 silam, beberapa artikel banyak mengulas tentang sebuah puisi yang diyakini sebuah karya menakjubkan dari W.S. Rendra. Puisi yang mengandung makna spiritual Filsafat, penulis merasa kita semua wajib membacanya sebagai wejangan spiritual sebelum mencapai garis finis perjalanan panjang kehidupan di dunia.
Berikut puisi persembahan almarhum WS. Rendra ;
Hidup itu seperti UAP, yang sebentar saja kelihatan, lalu lenyap !! Ketika Orang memuji MILIKKU, aku berkata bahwa ini hanya titipan saja.
Bahwa mobilku adalah titipan-Nya,
Bahwa rumahku adalah titipan-Nya,
Bahwa hartaku adalah titipan-Nya,
Bahwa putra-putriku hanyalah titipan-Nya …
Tapi mengapa aku tidak pernah bertanya,
“MENGAPA DIA menitipkannya kepadaku?”
“UNTUK APA DIA menitipkan semuanya kepadaku?”
Dan kalau bukan milikku, apa yang seharusnya aku lakukan untuk milik-Nya ini?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?
Malahan ketika diminta kembali,
kusebut itu MUSIBAH,
kusebut itu UJIAN,
kusebut itu PETAKA,
kusebut itu apa saja …
Untuk melukiskan, bahwa semua itu adalah DERITA …
Ketika aku berdo’a, kuminta titipan yang cocok dengan KEBUTUHAN DUNIAWI,
Aku ingin lebih banyak HARTA,
Aku ingin lebih banyak MOBIL,
Aku ingin lebih banyak RUMAH,
Aku ingin lebih banyak POPULARITAS,
Dan kutolak SAKIT,
Kutolak KEMISKINAN,
Seolah semua DERITA adalah hukuman bagiku.
Seolah KEADILAN dan KASIH-Nya, harus berjalan seperti penyelesaian matematika dan sesuai dengan kehendakku.
Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita itu menjauh dariku,
Dan nikmat dunia seharusnya kerap menghampiriku …
Betapa curangnya aku,
Kuperlakukan DIA seolah “Mitra Dagang” ku dan bukan sebagai “Kekasih”!
Kuminta DIA membalas “perlakuan baikku” dan menolak keputusan-Nya yang tidak sesuai dengan keinginanku …
Duh ALLAH …
Padahal setiap hari kuucapkan,
“Hidup dan Matiku, Hanyalah untuk-MU ya ALLAH, AMPUNI AKU, YA ALLAH …
Mulai hari ini, ajari aku agar menjadi pribadi yang selalu bersyukur dalam setiap keadaan dan menjadi bijaksana, mau menuruti kehendakMU saja ya ALLAH …
Sebab aku yakin ENGKAU akan memberikan anugerah dalam hidupku …
KEHENDAKMU adalah yang ter BAIK bagiku ..Ketika aku ingin hidup KAYA, aku lupa, bahwa HIDUP itu sendiri adalah sebuah KEKAYAAN.
Ketika aku berat utk MEMBERI, aku lupa, bahwa SEMUA yang aku miliki juga adalah PEMBERIAN.
Ketika aku ingin jadi yang TERKUAT, aku lupa, bahwa dalam KELEMAHAN,
Tuhan memberikan aku KEKUATAN.
Ketika aku takut Rugi,
Aku lupa, bahwa HIDUPKU adalah sebuah KEBERUNTUNGAN, kerana Anugerah Nya.
Ternyata hidup ini sangat indah, ketika kita selalu BERSYUKUR kepada Nya
Bukan karena hari ini INDAH kita BAHAGIA. Tetapi karena kita BAHAGIA, maka hari ini menjadi INDAH.
Bukan karena tak ada RINTANGAN kita menjadi OPTIMIS. Tetapi karena kita OPTIMIS, RINTANGAN akan menjadi tak terasa.
Bukan karena MUDAH kita YAKIN BISA. Tetapi karena kita YAKIN BISA,
semuanya menjadi MUDAH.
Bukan karena semua BAIK kita TERSENYUM. Tetapi karena kita TERSENYUM, maka semua menjadi BAIK.
Tak ada hari yang MENYULITKAN kita, kecuali kita SENDIRI yang membuat SULIT.
Bila kita tidak dapat menjadi jalan besar, cukuplah menjadi JALAN SETAPAK yang dapat dilalui orang.
Bila kita tidak dapat menjadi matahari, cukuplah menjadi LENTERA yang dapat menerangi sekitar kita.
Bila kita tidak dapat berbuat sesuatu untuk seseorang, maka BERDOALAH untuk kebaikan. (Faisal)
Dikutip dari berbagai sumber