PERSADARIAU, INHIL – Kawasan hutan seluas puluhan hektar digunduli oleh penyelenggara pertambangan yang terus beroperasi mengeruk isi perut bumi di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau.
Para pelaku meraup keuntungan dengan menyampingkan aturan yang ada. Mirisnya, instansi terkait belum menunjukkan adanya upaya penanganan atas keberadaan pertambangan tersebut.
Pada Minggu (7/10/24), Divisi Investigasi dan Intelijen Pemuda Tri Karya (PETIR) Jakop Sihombing mengaku telah membuat laporan ke Polda Riau pada Rabu (18/9/24), lalu dengan laporan bernomor : 200-DPN-PETIR-A.1/XX/LP-2024.
“Sudah kita laporkan,” ujarnya kepada media.
Adapun komoditas galian berupa batu andesit, tanah urug, dan juga dugaan pengerukan Batubara. Temuan tersebut berlokasi di Kelurahan Selensen dan Desa Air Balui.
Menurut data, wilayah ini berada di kawasan hutan produksi terbatas (HPT) dan kawasan hutan produksi konversi (HPK).
“Hasil konfirmasi yang kami kantongi tidak ditemukan izin persetujuan penggunaan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam aktivitas ini,” katanya.
Dua perusahaan diduga ikut terlibat dalam eksploitasi pertambangan. Adapun eksploitasi di Kelurahan Selensen seluas 30 hektare dan 2,5 hektare di Desa Air Balui saat ini melahirkan jurang dengan kedalaman lebih kurang 40 meter.
“Jenis galian batu andesit tanah urug dan dugaan batubara ini dikelola CV AL. Selanjutnya di desa air balui meliputi andesit dikelola perusahaan PT TGM. Kami menemukan izin pengelolaannya sudah habis,” sambungnya.
Jakop mengaku laporan tersebut masih mengendap di Polda Riau. Pihaknya meminta penegak hukum segera menindak, agar kegiatan itu tidak menjadi preseden buruk di dunia pertambangan dan hutan Riau.
“Penambangan ini belum berizin, maka harus dianggap sebagai perbuatan ilegal, karena itu harus ditindak. Kami menyimpulkan berdasarkan data yang kami kantongi, tambang ini tentunya ilegal dan melanggar UU nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dan UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,” jelasnya.
Diketahui, salah satu lokasi tambang ini berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) yang merupakan kawasan yang memiliki tipe ekosistem hutan tropis dataran rendah.
Selain menjadi tempat tinggal bagi suku Orang Rimba dan Talang Mamak. TNBT juga menjadi habitat bagi spesies langka, seperti orang utan, harimau sumatera, gajah sumatera, badak sumatera, tapir asia, beruang madu dan berbagai flora lainnya yang dilindungi.
Terpisah, ketika dikonfirmasi perihal penanganan laporan dugaan perbuatan melawan hukum tersebut. Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Riau belum memberi jawaban, hingga berita ini diterbitkan.***