PERSADARIAU, PELALAWAN – Samsul, warga Pelalawan tertawa geli saat membaca berita di media online yang dikirimkan oleh satu eman di grup WhatsApp, dalam berita itu menyebutkan mahasiswa dan masyarakat Maluku mengadakan demo di Mabes Polri.
Mereka meminta korp Bhayangkara untuk mengusut kasus penyalahgunaan wewenang yang melibatkan Bupati Pelalawan H Zukri.
Memang, orang Maluku itu, tak datang sendiri ke jalan Trunojoyo, ada mahasiswa Riau di Jakarta yang mengkomandoi aksi itu, Kamis (1/8/24).
“Ini berita aneh sedunia, ngapain orang Maluku tertarik dengan urusan di Riau, panas-panasan di jalan teriak tentang Riau yang tidak ada berkaitan dengan mereka, geli baca beritanya,” kata Samsul.
Samsul menduga, orang Maluku yang demo itu kuat dugaan dibawa oleh mahasiswa Riau yang kekurangan orang untuk meramaikan Mabes Polri. Walaupun Samsul yakin isu yang dibawa itu tidak satupun masyarakat Maluku yang faham.
“Isu yang di demo itu, saya yakin mereka tidak faham,” imbuhnya.
Kalau alasan ingin memperjuangkan kepentingan masyarakat, beber Samsul, seharusnya masyarakat Maluku bisa melakukan aksi di Jakarta terkait kasus yang melibatkan Pj Gubernur Maluku dan kasus Wali Kota Tua Maluku, atau kasus pembangunan rumah khusus pada Balai Pelaksanaan Penyedia Perumahan (BP2P) yang tidak selesai di tahun 2016 yang masih jadi perhatian di APH Maluku saat ini.
“Banyak kasus di Maluku, kok Riau yang mereka perhatikan,” ujarnya geli.
“Mahasiswa Riau yang demo salah cari teman di Jakarta, masalah mereka aja di Maluku banyak, diajak peduli urusan Riau. Kan lucu, lawak-lawak jadinya,” imbuhnya.
Sebagai intelektual muda, Samsul menghargai setiap aksi non-partisan yang dilakukan mahasiswa, itu sebagai Medan perjuangan ideolagi anak muda yang kritis tanpa di sponsori pihak manapun untuk menyuarakan kebenaran.
“Yang jadi masalahnya sekarang, apakah mereka di tunggangi? Allahualam. Kenapa aksi itu dilakukan sekarang, di saat akan Pilkada. Di mana suhu politik sedang tinggi,” tegasnya.
“Kalau di masa pilkada ini, aksi-aksi seperti itu, aksi yang ingin menjatuhkan popularitas lawan politik, jelas motifnya, seperti ada aktor politik di belakang,” beber Samsul.
Samsul heran, kenapa setelah satu tahun berjalan, tidak ada berita terkait kepedulian GPMR dan masyarakat Maluku terhadap masalah normalisasi sungai Kerumutan tersebut .
“Kalau di masa politik itu, orang tiba-tiba peduli, itu bisa di curigai ada motif lain di belakang nya. Tapi kalau mereka corcern sejak satu tahun terakhir ini, saya acungi jempol. Kalau sekarang saya prihatin mahasiswa dan massa bayaran tidak bisa dibedakan,” ungkapnya.
Samsul juga tidak khawatir terhadap penggiringan opini oleh pihak-pihak tertentu untuk menjatuhkan kredibilitas lawan politik di tahun politik ini.
Menurutnya, orang Melayu itu dalam menyikapi masalah selalu mengedepankan konsep Tabayyun atau mencari kebenaran atas sesuatu yang terjadi.
“Orang Melayu itu selalu Tabayyun saat menerima informasi, tidak akan lantas menelannya bulat-bulat. Apalagi di masa pilkada ini, banyak informasi yang harus di Tabayyun kan terlebih dahulu, apalagi berita lama yang di goreng berulang-ulang, ya tak laku lah di Riau ini,” akunya.
Soal pilkada, Samsul menyerahkan pada hati nurani masyarakat Riau masing-masing. Siapa calon yang di pilih itu menjadi hak setiap orang di bilik suara, ada kriteria dan standar nilai di pakai dalam menentukan pilihan.
“Apa sumbangsihnya calon itu, karyanya untuk masyarakat, itulah pilihan berdasarkan hati nurani, itu hak setiap orang sih,” tandasnya.
“Mari kita berkontestasi dengan sehat, berfestival gagasan secara fair, tunjukkan karya untuk masyarakat. Bukan saling menjatuhkan satu sama lain,” pungkas Samsul berharap. ***