PERSADARIAU, PELALAWAN – Kemunculan Hewan Langkah dan Dilindungi seperti Tapir di kota Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau masih menjadi pertanyaan masyarakat Kabupaten Pelalawan.
Hewan langka Tapirus Indicus sempat menghebohkan masyarakat Pangkalan Kerinci beberapa hari ini. Karena selama 23 tahun Kabupaten Pelalawan berdiri baru kali ini hewan yang dikenal pemalu itu berkeliaran di Ibu Kota kabupaten Pelalawan.
Kemunculan hewan langka dan dilindungi ini mendapat sorotan organisasi lingkungan melalui Ketua Koordinator Pekan Tua Lestari (PATAR), R Faisal, Rabu (10/5/2023).
“Kita melihat kerusakan alam seperti hutan menjadi ancaman yang serius bagi satwa yang tinggal di dalamnya. Selain disebabkan oleh bencana, kerusakan alam pun bisa disebabkan oleh ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Ditambah lagi, habisnya hutan Taman Nasional Tesa Nilo (TNTN) yang di alih fungsi jadi kebun sawit,” ujar R. Faisal.
Lanjut R. Faisal, maka dari itu seharusnya
menjaga alam seisinya ini menjadi tugas manusia yang ada di muka bumi dan manusia tersebut tidak boleh berbuat kerusakan sekecil apapun.
“Jika alam terjadi kerusakan dampaknya bisa langsung ke satwa maupun juga manusia,” terang R. Faisal.
Selain itu, kata aktivis Riau ini seharusnya pemerintah dan masyarakat harus betul-betul mewaspadai dampak kerusakan hutan di Kabupaten Pelalawan.
“Pertama, harus menjaga kehilangan habitatnya. Bahwasanya, alam menjadi habitat bagi setiap satwa yang ada di muka bumi ini. Di alam hiduplah berbagai jenis satwa baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi,” papar R. Faisal.
“Ketika hutan tersebut rusak maka banyak sekali satwa yang menjadi kehilangan habitat aslinya sehingga satwa langka tersebut mencari habitat baru, bisa jadi Tapir yang berkeliaran di Ibu Kota Kabupaten Pelalawan ini tidak lagi memiliki Habitatnya,” sambung R. Faisal.
Lebih lanjut, pengurus KAHMI Pelalawan ini juga menjelaskan, bahwa kehilangan sumber makanan akan berdampak terhadap kelestarian habitat satwa langkah.
“Ketika alam menjadi rusak maka ketersediaan makanan tersebut menjadi tidak ada. Hal itu dikarenakan satwa bergantung kepada alam terutama yang makanan sehari-harinya,” terang R. Faisal.
Sedangkan dampak selanjutnya, ungkap R. Faisal, ketika bahan makanan sudah tidak tersedia lagi di alam maka banyak satwa langka yang kehilangan makanannya. Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan untuk bisa bertahan hidup.
“Namun jika makanan tersebut tidak tercukupi dengan baik maka satwa tersebut akan menjadi lemah dan bisa menjadi punah. Kepunahan satwa diperparah dengan huta yang makin menipis seperti di TNTN Pelalawan,”
Diakhir wawancara, R Faisal menegaskan kerusakan hutan tersebut akan berkurangnya keanekaragaman makhluk hidup. Pasalnya, satwa langka sangat berpengaruh terhadap keanekaragaman makhluk hidup di muka bumi ini.
“Apalagi Indonesia terkenal dengan keanekaragaman hayati dan juga makhluk hidupnya sehingga kerusakan alam yang terjadi terus menerus terutama kerusakan hutan membuat keanekaragaman tersebut menjadi berkurang bahkan hilang,” tutup R. Faisal.
Penulis : ES