PERSADARIAU, PEKANBARU — Usaha di bidang pertambangan adakalanya menimbulkan masalah, potensi masalah yang timbul tidak saja merupakan masalah tambangnya, akan tetapi juga menyangkut mengenai masalah lingkungan hidup.
Dewasa ini, penambangan bahan golongan galian C yang lebih dikenal dengan sebutan galian C di Kabupaten Kampar menjadi perbincangan bagi masyarakat Provinsi Riau.
Pasalnya, usaha tambang (quarry) tersebut diduga tidak mengantongi izin pertambangan resmi dari instansi terkait. Namun tetap dapat tumbuh dan berkembang seakan tiada matinya.
Kelompok pemerhati lingkungan hidup baru-baru ini meninjau lokasi-lokasi penambangan mineral bukan logam tersebut. Tim menemukan pada beberapa tempat kondisi kerusakan lingkungan sudah sangat memprihatinkan.
Tidak hanya mengeruk dari DAS (Daerah Aliran Sungai) di Sungai Kampar, ada juga tambang-tambang yang beroperasi di daratan. Para pengusaha seperti berlomba-lomba untuk mengeksploitasi, kondisi ini di perparah karena tingginya permintaan akan material itu,” kata salah seorang pemerhati lingkungan H Tanjung, kepada para wartawan, Senin (26/2/24) pagi.
Lanjutnya, bukan tanpa sebab aktivitas ini banyak disorot oleh berbagai kalangan, selain legalitas yang patut dipertanyakan, kegiatan pertambangan juga mengakibatkan hancurnya kelestarian alam dan perubahan bentang alam yang berpotensi memicu bencana bagi kehidupan manusia nantinya.
Ia menuturkan, penyelenggara pertambangan kurang memperhatikan akibatnya terhadap lingkungan hidup. Disadari atau tidak, kondisi tragis terlahir pada alam sekitar lokasi tambang yang masih aktif maupun area bekas tambang yang membutuhkan penanganan serius.
“Tak miliki izin pertambangan tentu itu ilegal atau tidak resmi, bagaimana mungkin punya rasa tanggung jawab mereklamasi lingkungan pasca tambang,” tutur Tanjung.
“Negara harusnya hadir dalam persoalan ini,” katanya lagi.
Pada umumnya pengusaha penambangan bahan galian golongan C melakukan kegiatan penambangan memakai alat berat (excavator). Dalam pemakaian alat-alat berat inilah yang mengakibatkan terdapatnya lubang-lubang besar bekas galian yang kedalamannya mencapai 3 meter lebih. Dan apabila bekas galian ini tidak direklamasi oleh pengusaha mengakibatkan lingkungan sekitarnya menjadi rusak.
Dari pengamatan Tim di lapangan, metode penggalian berawal dari pengerukkan lapisan-lapisan tanah. Kemudian hasil galian yang memiliki nilai jual akan dipasarkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan material galian C.
Sumber daya alam tersebut tidak hanya dijual kepada perorangan, ada juga perusahaan-perusahaan besar, hingga dibawa ke luar Kabupaten Kampar.
“Kami juga tanyakan kepada supir-supir truk angkutan di lokasi, dari mereka diketahui bahwa sebagian besar hasil tambang dibawa ke luar daerah dari Kampar,” kata pegiat lingkungan ini.
Masih Tanjung, pihaknya menduga pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan dilingkungan pemerintah memakai bahan galian C yang ditambang secara tidak sah.
“Jadi, ada badan usaha yang menampung (galian c) dan bukan perusahaan kacangan. Ini benar-benar nekat sekali, padahal secara hukum perbuatan itu dilarang dan dapat dikatakan sebagai penadah. Karena sesuatu yang dihasilkan dengan cara melanggar hukum sudah tentu tidak legal,” jelasnya.
Informasi yang berhasil dirangkum Tim, diketahui ada dua oknum petinggi lembaga negara yang disinyalir sebagai pemilik usaha pertambangan. Tak main-main, luas lahan yang dijadikan area penambangan lebih dari 20 hektar.
“Di Lokasi milik pejabat itu material menumpuk-numpuk menjulang bagaikan gunung. Ada indikasi juga mensuplai ke berbagai proyek dan tidak tertutup kemungkinan proyek pembangunan milik pemerintah. Ya, bisa saja hal itu terjadi dengan memegang jabatan tinggi dapat memuluskan jalan (bisnis),” terang Tanjung.
Terakhir, Tim pemerhati lingkungan ini masih terus akan mengikuti kisah perjalanan komoditas hasil tambang galian yang diduga ilegal tersebut. Disisi lain, dalam proses produksi pelaku penambangan memerlukan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, disekitar kawasan tambang begitu mudah menemukan tumpukan solar dengan menggunakan tanki-tanki berkapasitas 1000 liter.
Pengelolaan lingkungan berlandaskan pelestarian bertujuan menjaga hubungan manusia dengan lingkungan supaya selalu berada pada kondisi optimum. Hal ini dimaksudkan agar manusia dapat memanfaatkan sumber daya alam secara terkendali dan lingkungannya mampu menciptakan sumbernya untuk di eksploitasi.***
Sus