Ilustrasi/istimewa
PERSADARIAU, PEKANBARU — Tanggung jawab sebagai wakil rakyat (DPR, DPRD, dan DPD) memang berat, namun memiliki banyak keistimewaan dibandingkan dengan rakyat biasa. Mulai dari gaji yang menggiurkan, tunjangan jabatan, uang sidang, kendaraan dinas, rumah dinas, hingga aneka keuntungan lainnya.
Menjadi anggota legislatif sangat diimpikan banyak orang, terlihat dari jumlah peserta pemilihan calon anggota legislatif yang berasal dari berbagai latar belakang. Segala daya upaya, bahkan cara-cara yang kurang etis, sering dilakukan untuk mencapai impian tersebut.
Mantan Kepala Desa Sungai Sarik di Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Riau, Nasrul, kini berusaha meraih kursi legislatif pada Pemilu 2024 setelah memimpin desa selama tiga periode. Meskipun demikian, keberhasilannya dalam mengumpulkan suara menuai sorotan.
Ketika oknum calon legislatif ini berhasil meraih suara yang cukup banyak, Ketua Umum LSM Gerakan Sungguh Suara Sejati (GASS), Rinto RS, menyuarakan keprihatinannya.
“Siapapun boleh mendaftar sebagai calon dalam pemilu, selama memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku,” ungkap Rinto dalam konferensi pers di Kota Pekanbaru, Sabtu (24/2/24).
“Namun, perlu diingat bahwa semasa Nasrul menjabat sebagai kepala desa, ia diduga terlibat dalam penerbitan surat-surat tanah di kawasan hutan,” tambahnya.
Dugaan perusakan hutan di Kampar Kiri sebelumnya telah mencuat ke publik melalui berbagai media online, dengan adanya keterlibatan Nasrul bersama tokoh adat Antakkanjadi di Sungai Sarik.
Bersama PT. Nurhibah Melayu Kampar, kelompok tersebut berupaya mengubah fungsi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Namun, tindakan ini menuai kontroversi dan kecaman dari berbagai pihak.
“Mari kita perhatikan bersama persoalan ini. Ada indikasi tindakan melawan hukum dan konspirasi untuk merampas kekayaan negara dengan dalih memajukan ekonomi masyarakat,” tegas Rinto.
Sebelumnya, Nasrul pernah mengakui tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan, serta membeberkan nama-nama warga yang terlibat dalam penjualan lahan hutan.
“Saya melanggar aturan, tapi tidak semua tanah itu saya yang menjual. Ada juga masyarakat yang terlibat dalam penjualan,” ucap Nasrul pada media ini tanggal 5 April 2023.
Menurut Rinto, penegakan hukum terkait kasus ini terkesan timpang. “Kasus ini aneh, mengapa hingga saat ini belum ada tindakan hukum? Apakah karena pelaku dan oknum lainnya terlalu licin sehingga tidak terjangkau oleh penegak hukum?” tandasnya.
“Penerbitan surat tanah di kawasan hutan tanpa persetujuan dari Kementerian LHK merupakan tindakan pidana,” lanjut Rinto.
Rinto juga menduga bahwa oknum mantan kepala desa Sungai Sarik mencalonkan diri lewat memanfaatkan hasil dari kegiatan yang merugikan negara tersebut.
“Penyidik Gakkum DLHK telah mengetahui identitas pihak yang terlibat dalam perusakan hutan ini, namun sampai saat ini tidak ada tindakan lanjutan,” tambahnya.
Pemanfaatan lahan harus mengikuti peraturan daerah dan perundang-undangan bidang kehutanan, termasuk dalam penerbitan surat kepemilikan tanah.***