PERSADARIAU, PEKANBARU – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau hentikan penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemotongan remunerasi dan tidak dibayarkan tunjangan profesi Dosen UIN Suska Riau tahun 2021 sampai dengan 2022.
Sebelumnya, Kejati Riau telah memeriksa beberapa orang pegawai UIN Suska, hasil proses lidik oleh Jaksa Penyidik tidak di temukan peristiwa hukum sebagaimana yang dilaporkan Pelapor ke penegak hukum.
Hal ini terkonfirmasi dari pihak Kejati melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Bambang Heripurwanto SH MH.
“Setelah dilakukan pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap bendahara, bagian keuangan dan pihak-pihak terkait. Sampai dengan saat ini dugaan tersebut tidak di dukung dengan bukti-bukti yang kuat, jadi tim jaksa belum menemukan adanya pemotongan Remunerasi tersebut,” kata Kasi Penkum Kejati Riau kepada Persadariau.co.id hari Senin (13/5/24).
“Karena tidak terdapat bukti seperti tuduhan Pelapor, sehingga tidak ada pemanggilan kepada Rektor dan tidak ditindak lanjuti,” tambah Bambang Heripurwanto.
Dalam laporannya, Pelapor memaparkan peristiwa penyimpangan yang terjadi di perguruan tinggi islam negeri itu.
Rektor UIN Suska Riau (KH), tidak melaksanakan kontrak kinerja sesuai dengan Organisasi dan Tata Kerja (Ortaker), hingga menyebabkan terhambatnya kontrak kinerja antara Dekan dengan bawahan.
Selain itu, UIN Suska tidak memiliki Rencana Strategis/Rencana Strategis Bisnis yang sah sebagai dasar anggaran tahun 2021 sampai dengan 2022.
Saat penyusunan dan pengelolaan anggaran tahun 2021, diduga mengandung perbuatan melawan hukum. Di mana UIN Suska telah melakukan revisi Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) anggaran tahun 2021 sebanyak 11 (sebelas) kali.
Para pihak yang terlibat merevisi POK tersebut, seolah tidak mengindahkan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Pasalnya, revisi POK anggaran tahun 2021 yang ke-11 dilakukan pada tanggal 14 Februari 2022.
Dari revisi POK ke-8 hingga revisi POK ke-11, menunjukkan ada selisih penganggaran cukup besar. POK revisi ke-8 tertanggal 30 November 2021, belanja gaji dan tunjangan pegawai BLU sebesar Rp. 91.239.884.000,- dan Anggaran Remunerasi Rp. 71.324.530.000,-.
Sedangkan POK revisi ke-11 tertanggal 14 Februari 2022, belanja gaji dan tunjangan pegawai BLU berjumlah Rp. 92.608.670.000,-. Untuk anggaran Remunerasi Rp. 72.345.756.000,-.
Skema realisasi remunerasi, Rektor UIN Suska Riau (KH) selaku pimpinan Badan Layanan Umum (BLU) diduga memberi keistimewaan berupa remunerasi Double (dua porsi perorang) kepada Dosen dengan Tugas Tambahan (dosen yang menjabat) dan pegawai tertentu.
Pemberian remunerasi double kepada Dosen yang menjabat, diduga merata bagi seluruh lini jabatan, angka realisasi komisi bagi Dosen yang menjabat diperkirakan 5 sampai 10% diatas Dosen tanpa jabatan. Nilai ini lebih besar dari kebijakan implementasi remunerasi BLU.
Bahkan, sang Rektor memberikan honorarium untuk diri sendiri yang mana sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan selaku pimpinan BLU.
Kondisi ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 129/PMK.05/2020 secara tegas dalam Pasal 198 huruf (d) menyatakan, “Pejabat pengelola BLU dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari BLU, selain remunerasi dan fasilitas lain yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan;”
Tak sampai disitu, Rektor ini juga memberi imbalan untuk diri sendiri yang mana secara ex officio menjabat sebagai Koordinator Kopertais wilayah Riau – Kepulauan Riau.
Ditambah lagi, seluruh Bendahara dan Bendahara Pembantu di lingkungan UIN Suska Riau diduga menerima kompensasi melebihi grade jabatannya, yaitu setara Penyusun Laporan Keuangan atau dapat di katakan setingkat diatas grade Bendahara.
Untuk diketahui, pemberian honorarium seperti ini sebelumnya, telah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) untuk Tahun Anggaran 2019 dan 2020, demikian pula hasil audit Inspektorat Jenderal Kementerian Agama.***