Gambar ; Lokasi kerja PT WA Bongkar Muatan/persada
PERSADARIAU, KAMPAR – Pada pelaksanaan konstruksi jalan Tol di Indonesia memiliki kebutuhan material timbunan dalam jumlah yang sangat besar, maka diperlukan sumber quarry (tambang) yang dapat memenuhi kebutuhan material dimaksud.
Dan juga lokasi quarry yang digunakan sebagai suplai material harus telah memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) atau Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB).
Meski pun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) telah mengatur prosedur penggunaan material timbunan. Namun, di lapangan masih ditemukan bahan galian C jenis sirtu (pasir batu) dan tanah timbun yang bersumber dari quarry yang diduga tidak memiliki izin tambang, di pasok ke proyek jalan Tol.
Pengakuan seorang supir dump tronton kepada Tim media saat menunggu antrian untuk membongkar muatan di wilayah kerja PT WA selaku vendor PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI), sirtu yang dibawanya berasal dari Desa Sungai Pinang.
“Ini ambil di Sungai Pinang, disana banyak kok pak. Sampai ke KM 10 bisa kita dapatkan sirtu,” kata supir dump tronton ini.
Di Lokasi bongkar tersebut ada terlihat sekitar 20 unit kendaraan pengangkut sedang menunggu giliran. “Saya sudah sejak kemarin siang disini nunggu tapi belum juga bisa bongkar,” ucapnya lagi kepada Tim Media
Usai mewawancarai supir-supir di lokasi bongkar itu, Tim Media lanjut menelusuri quarry-quarry penghasil sirtu yang disinyalir tidak berizin alias ilegal.
Setiba di Kecamatan Kampar, pada lokasi penambangan tampak ada dua alat berat (excavator) sedang beroperasi dan mesin sedot yang digunakan untuk menyedot bahan galian golongan C (galian C).
Ditempat ini diketahui material timbunan dijual dengan harga Rp 750.000 per-dump truk, disekitar tempat penambangan ini pun terlihat dump tronton berwarna biru terparkir dan telah berisi muatan hasil galian yang akan dibawa ke proyek Tol.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dalam Pasal 161 telah menegaskan, ‘Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara’.
Terpisah, ditempat lain Tim memantau sebuah area yang tampak seperti gudang atau pun workshop milik PT HKI. Disana ada aktivitas, terlihat banyak kendaraan pengangkut yang masuk dan keluar.
Dari warga sekitar barulah Tim mengetahui setiap kendaraan wajib lakukan pengukuran volume muatan atau ‘Ceker’ istilah yang dipakai oleh pekerja-pekerja disana.
“Itu disana ada ‘Tukang Ceker’ nya bang, jadi setiap mobil (truk) wajib di ceker dulu. Dan dengar-dengarnya ada biaya ceker juga,” ungkap warga yang tidak bersedia menyebutkan namanya itu.
Tumbuh suburnya quarry tidak berizin dan maraknya penggunaan bahan galian C hasil penambangan ilegal tidak hanya mengangkangi Undang Undang Minerba dan turut melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Disisi lain negara kehilangan pendapatan di sektor pajak, sebagaimana amanat Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.***
(Sus)