PERSADARIAU, ROHIL – Feri (25) dan Fatimah (21) Warga Jalan Lokasi Petani 55, RT 02 RW 02, Kelurahan Rantau Kopar, Kab. Rokan Hilir harus menelan pil pahit akibat kelalaian perusahaan plat merah di Riau.
Dua orang putranya bernama Ferdiansyah Ramadhan (4) dan Fahri Pradawinata (2) ditemukan tewas di sebuah kolam bekas pengelolaan limbah pengeboran minyak milik perusahaan raksasa milik PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari rumahnya.
Peristiwa memilukan itu terjadi pada Selasa (22/4/2025) sekitar pukul 13.00 WIB siang. Hal tersebut diakibatkan minimnya peringatan bahaya maupun keamanan keselamatan dilokasi.
Dijelaskan Feri, peristiwa itu terjadi dilokasi kejadian terdapat dua kolam bekas pengelolaan limbah sisa pengeboran minyak mentah.
Diantaranya satu tidak berpagar dan satu diantaranya berpagar. Namun Feri terkejut usai diberi tau saksi yang melihat anaknya sudah keadaan mengapung di kolam limbah milik PT. PHR.
“Jadi waktu nya tidur siang, ditidurkan mamaknya lah (kedua korban). Jadi tidurlah kami bertiga. Jadi sama mamaknya ditinggal. Dikunci lah pintu dari luar pakai kain,” kata Feri dalam keterangannya, Jumat (25/4/2025).
Disaat itu, kata Feri, dirinya tidak mengetahui sudah tenggelam. Ia mengetahui hal itu setelah ia dibangunkan oleh istrinya yang baru saja pulang dan menanyakan keberadaan anaknya melihat pintu rumah sudah keadaan terbuka. Feri menduga pintu tersebut dibuka oleh kedua korban.
Sempat terjadi kepanikan, keduanya pun menanyakan kepada saksi sekitar. Menurut Feri, salah satu saksi anak umur belasan tahun bernama Bintang sempat melihat kedua korban sedang bermain di sekitar yang berpagar dan tidak berpagar bekas pengelolaan limbah sisa pengeboran minyak mentah. Namun Feru terkejut usai diberi tau saksi yang melihat anaknya sudah keadaan mengapung di kolam limbah milik PT PHR.
“Iya itu abangnya (meninggal mengapung telentang) adiknya telungkup,” tambah Feri.
Menurut keterangan pria yang berprofesi buruh tani itu, kejadian tersebut sangat cepat. Jarak kejadian hingga ditemukan tewas mengapung hanya sekitar lima belas menit. Feri mengaku dirinya melihat sejumlah gejala potensi kuat gejala keracunan pada kedua anaknya.
“Setelah mengapung saya angkat lah anak saya. Kedalaman disekitar diperkirakan mencapai 1 – 1,5 meter. Dibawah kolam terdapat lumpur. Mengapung karena keracunan,” beber Feri.
Kondisi korban diperparah gejala hidung dan mulut berbusa, dada membiru, mengeluarkan bau dari dalam dan luar tubuh, hingga akhirnya mengeluarkan ciran merah dari hidung. Feri yakin kondisi tersebut gejala keracunan limbah yang memasuki tubuh.
Feri yakin peristiwa tersebut terjadi karena abang korban hendak menyelamatkan adiknya Fahri Pradawinata yang tenggelam dikolam.
Namun pertolongan tersebut sia-sia hingga berakhir pilu. Anak pertamanya mengapung dikolam berjarak 1 meter dari bibir kolam. Sementara anak bungsu nya ditemukan jarak 1,5 meter dari korban pertama.
Keluarga korban menyesalkan sikap PT PHR yang tidak mengutamakan safety dan minimnya safety dalam menerapkan Keselamatan (K3) dalam mengelola sumur minyak ditengah pemukiman masyarakat, hingga memakan korban.
“Menurut aku cuma itulah, safety. Banyak disini pit-pit (kolam pembuangan limbah) itu masih ada (tidak mengutamakan safety). Banyak belum diratakan tanah hingga tergenang air dan sama rata dengan air. Jadi kalau yang gak pande berenang masuk situ? (Pasti tenggelam). Pinomat kalau masih dipakai (lokasi pengeboran) dipagar lah. Kayak terapo (listrik) itu berbahaya ga ada pagar,” beber Feri.
Sementara itu sekretaris Jendral PETIR Andi Harianto SE, MM mengatakan pihaknya siap memberikan pendampingan hukum kepada orang tua korban terkait kelalaian PHR.
“Kami menyayangkan sikap PHR yang tidak mengakui kesalahan mereka. Mereka justru mengatakan telah mengutamakan K3. Sebelumnya kami meminta maaf karena bulan lalu kami tidak memberitahu ke masyarakat bahwa limbah meluap disekitar,” kata Andi.
Pihaknya mengaku, pada tanggal 21 bulan 3 lalu pihaknya telah menerima aduan dari masyarakat tentang limbah hingga akhirnya mendatangi lokasi. Sampel limbah dilokasi yang didapat bawa ke Pekanbaru untuk di uji ke laboratorium.
Hasilnya telah keluar Senin (21/4/2025) menyatakan ada dua poin yang parameter dalam limbah tersebut melebihi ambang batas baku mutu lingkungan. Mutu yang artinya bagian limbah yang tercemar ke lingkungan sekitar yang terdampak terhadap kebun warga positif mengandung limbah.
“Jika kami beritau secepatnya, mungkin dapat meminimalisir adanya kejadian tersebut,” tambah Andi.
Dikatakanya lagi, PETIR telah mengirimi surat klarifikasi perihal temuan dan hasil laboratorium tersebut ke PHR pada Rabu (23/4/2025) ke pimpinan PHR di Rumbai dan diterima oleh Department of Corporate Secretary (Dept Corsec), namun hingga saat ini belum ada respon apapun. ***

