PERSADARIAU, KAMPAR – Upaya mensukseskan penyelenggaraan infrastruktur skala nasional, pemerintah bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar dan bonafit seperti badan usaha milik negara (BUMN).
Mega proyek milik negara yang dikelola Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kini tengah berlangsung pelaksanaannya. Proyek pembangunan jalan Tol di Riau terindikasi menggunakan material dari sumber yang tidak memiliki izin atau di dapat secara tidak sah (ilegal).
Tim media merangkum informasi dari narasumber terpercaya, mengenai asal muasal material yang digunakan untuk pekerjaan konstruksi bukan di suplai dari usaha pertambangan yang memiliki izin sah (resmi).
“Ada perusahaan-perusahaan besar sebagai vendor dari kontraktor utama. Melalui vendor ini, kebutuhan sirtu, tanah timbun kerikil, pasir masuk ke proyek,” ucap narasumber dihadapan Tim media (20/2/24).
Dikatakan sumber ini, sebagian besar pasokan bahan galian C di datangkan dari beberapa kecamatan di Kabupaten Kampar. “Banyaknya dari daerah kampar, di lansir menggunakan dump truk dan dump tronton,” kata narasumber.
Berbekal petunjuk tersebut, Tim media memulai pemantauan sejak minggu ketiga Februari 2024. Menjelajahi desa-desa di 6 (enam) kecamatan dalam wilayah Kabupaten Kampar. Satu persatu lokasi tambang penghasil bahan galian C yang dipasarkan ke proyek jalan Tol berhasil ditemukan Tim.
Bertempat di salah satu lokasi penambangan, Tim sempatkan berbincang dengan seorang supir dump truk. “Belum keluar (digali) sirtunya bang, sekarang tanah timbun saja yang tersedia. Alat (excavator) masih mengupas lapisan atas karena baru buka lahan baru disini,” ucap supir.
Senada dengan narasumber, setiba di satu desa yang tidak jauh dari Kota Pekanbaru Tim Media terlibat pembicaraan singkat dengan seorang pemuda tempatan yang mengatakan ada vendor dari pihak kontraktor proyek Tol.
“Vendornya kemarin pernah beli lahan dekat sini seluas 5 hektar dan saya juga bagian dari mediator penjualan lahan itu. Timek, tanah sudah keluar dari lahan itu untuk ke Tol,” kata warga yang tidak ingin menyebutkan namanya ini.
“Setahu saya vendor itu juga ada mengambil bahan (sirtu) dari quarry sekitar sini, ada tiga tempat,” ungkap pemuda itu, sambil menyebutkan titik-titik lokasi tambang yang dimaksud.
Setelah ditelusuri, bisnis penambangan yang disebutkan warga itu diduga tidak memiliki izin tambang resmi. Umumnya usaha pertambangan yang telah mengantongi izin selalu memasang plank nama badan usaha serta melampirkan nomor izin, dan jenis komoditas yang dihasilkan.
Dampak pertambangan terhadap lingkungan adalah penurunan produktivitas lahan, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terusiknya flora dan fauna, terganggunya kesehatan masyarakat serta berdampak terhadap perubahan iklim mikro.
Setiap penyelenggara pertambangan diwajibkan memiliki perizinan berusaha berbasis resiko, mulai dari Izin Wilayah Usaha Pertambangan (WIUP), dokumen Persetujuan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PKPLH), hingga Izin Usaha Pertambangan (IUP) Ekplorasi dan Operasi Produksi atau Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB).
Penulis: Sus