PERSADARIAU, BANDAACEH – Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Aceh bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan UNICEF mengadakan acara Diskusi Dukungan dan Advokasi Imunisasi di Provinsi Aceh di aula ruang rapat Universitas Muhammadiyah Aceh, Batoh, Rabu (15/05/24).
Acara ini dihadiri oleh pengurus ‘Aisyiyah dan Nasyiatul ‘Aisyiyah yang merupakan perempuan usia 20–60 tahun yang diharapkan bisa meneruskan kampanye imunisasi dimulai dari anggota keluarga terdekat agar bisa meningkatkan cakupan imunisasi, khususnya di Provinsi Aceh.
Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Aceh menggandeng UNICEF dalam diskusi grup yang diadakan sejak pukul 08.30–12.05 WIB dan dibuka langsung oleh Ketua Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Aceh, H. Ashraf, S.P., M.Si.
Ashraf dalam sambutannya menyampaikan acara diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian acara milad ‘Aisyiyah ke-107. “Puncak milad ini akan kita laksanakan pada tanggal 8 Juni 2024,” Ujarnya Ashraf Ketua Pw Asyiyah Aceh
Dalam sambutannya, Kepala UNICEF perwakilan Aceh, Andi Yoga Tama, menyampaikan bahwa cakupan imunisasi di Aceh masih sangat rendah. Beberapa kali kejadian luar biasa (KLB) karena rendahnya cakupan imunisasi ini terjadi di Aceh, hingga badan kesehatan dunia (WHO) dan UNICEF sempat turun tangan untuk mengatasinya.
Dalam diskusi inti, Kepala Seksi P2PM Dinas Kesehatan Aceh, Helmi, S.KM., MPH., menyampaikan bahwa jika melihat landasan hukum dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No.35 Tahun 2014, UU Pemerintah Daerah No.23 Tahun 2014, UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023, dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 12 Tahun 2017, program imunisasi merupakan hal yang wajib dilaksanakan dan jika tidak dilaksanakan berarti sama dengan pelanggaran hukum.
Helmi juga mengatakan bahwa Indonesia masih menjadi negara yang masuk ke dalam 3 besar capaian deteksi tertinggi penyakit TB setelah India dan Cina. Di Indonesia, Aceh dan Papua termasuk provinsi yang cakupan imunisasinya belum memenuhi target.
Pada sesi pemaparan materinya, Helmi mengedukasi mengenai vaksin wajib yang harus didapatkan anak Indonesia. Helmi juga menyinggung bahwa penelitian dan penerapan program imunisasi memerlukan biaya triliunan dan semua itu untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, karena vaksin yang diberikan pada masyarakat itu gratis.
Narasumber kedua, dr. Aslinar, Sp.A., M. Biomed membawakan materi berjudul Peran ‘Aisyiyah dalam Meningkatkan Cakupan Imunisasi. Imunisasi yang sering juga disebut vaksinasi merupakan upaya pencegahan penyakit dengan memberikan antigen ke dalam tubuh untuk membentuk antibodi spesifik. Vaksin adalah zat yang merangsang kekebalan tubuh.
“Imunisasi bisa memutus rantai penularan jika cakupan imunisasi mencapai 80%, tetapi di Aceh cakupannya belum sampai 40%. Imunisasi adalah ikhtiar ortu untuk melindungi buah hati dari penyakit menukar, orang tua berkewajiban memberikan hak sehat untuk anaknya, salah satunya imunisasi.
Orang tua terutama para ibu harus smart supaya anaknya menjadi sehat dan cerdas, Aisyiyah dan Nasyiatul ‘Aisyiyah punya kewajiban mencerdaskan para ibu di Aceh, jadi ASI yes, imunisasi juga yes,” pungkas dr. Aslinar yang juga merupakan Wakil Ketua IDAI Aceh.
Dalam diskusi interaktif, sebagian besar peserta forum memberikan pertanyaan dan beberapa tanggapan terkait imunisasi dan fenomena yang terjadi di lapangan.
Banyak kasus-kasus yang terjadi di lapangan, seperti warga yang tidak mau diimunisasi karena termakan hoaks yang beredar di masyarakat. Ada peserta yang bertanya, penyebab anak masih bisa terkena campak walaupun sudah divaksinasi campak.
“Vaksin memang tidak mencegah penyakit 100% tetapi jika penyakit itu terjangkit, tidak menyebabkan fatal atau menjadi penyebab kematian,” jelas dr. Aslinar.
Fasilitator diskusi, Ichwanul Fitri, Nst. S.Ag., M.Kes yang juga merupakan sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh, menyimpulkan bahwa Muhammadiyah memiliki lembaga pendidikan dan sekolah lebih dari seratusan yang tersebar di seluruh Aceh, bahwa Rentang kendali sekolah Muhammadiyah di Aceh tersebut ada di wilayah, ada yang langsung ada yang tidak langsung.
Persoalan imunisasi ini merupakan tugas terbesar di Aceh, Meskipun pihak Dinas Kesehatan Aceh sudah melakukan kampanye semaksimal mungkin, namun cakupan di Aceh masih rendah.
Maka harus ada formulasi khusus agar organisasi, komunitas-komunitas di masyarakat ikut membantu mengampanyekan program ini ke sekolah-sekolah tersebut.
Jika ada data yang misalnya bisa terhimpun dalam G-form mengenai anak-anak didik yang sudah diimunisasi dan belum, lalu Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Aceh bisa memberikan instruksi tertulis mengenai program imunisasi ini.
“Formulasi dan kerja sama ini sangat penting demi meningkatkan status kesehatan masyarakat Aceh. Dalam rencana tindak lanjut (RTL) poin-poin ini sudah kita catat,” pungkas Ichwan dalam simpulannya.**