PERSADARIAU, PEKANBARU – Sidang kedua kasus penganiayaan dengan nomor perkara : 610/Pid.B/2024/PN Pbr, terhadap Terdakwa Corry Adhelina Somad Alias Corry dalam hal pembacaan eksepsi atas dakwaan, menarik perhatian.
Tak biasa, Korban (Mel) mengaku kaget kenapa tiba-tiba sudah sidang kedua, padahal sidang pertama dirinya tak mendapatkan pemberitahuan, Senin (1/7/24).
Sebelum sidang dimulai peserta tampak memasuki ruangan, mulai dari Penasehat Hukum (PH) Terdakwa, Jaksa dan Hakim.
“Saya kaget, pelaku berpakaian normal dan biasa. Kenapa gak pakai baju kuning ya?” sebut Mel saat berada di PN Pekanbaru.
Sesaat setelah itu, Ketua Majelis Hakim memulai sidang. Hakim Jhonson, bertanya kepada Korban, apakah dapat membuka ruang perdamaian.
“Semestinya Hakim Ketua menanyakan hal tersebut kepada Terdakwa,” jawab Mel.
“Ini sudah sidang kedua, masa sidang pertama saya tidak diberitahu,” sambung Mel.
Lantas Hakim Ketua mengulang pertanyaan yang sama diarahkan kepada Terdakwa. “Apakah Terdakwa ingin berdamai?”
Terdakwa Corry menjawabnya bahwa, Ia menginginkan perdamaian.
“Perdamaian nantinya mencakup biaya perawatan dan lainnya yang diminta oleh pihak Korban,” jelas Hakim Ketua diikuti jawaban “ya” oleh Terdakwa.
Lalu Hakim Jhonson bertanya kepada Korban, apa saja syarat-syarat berdamainya.
“Saya belum bisa memikirkan apa-apa dan masih syok atas peristiwa tersebut,” ucap Mel dengan nada sedih.
Mel menjelaskan, permintaan maaf dari Corry tidak pernah ada dan seolah tidak menyesal hingga di persidangan hari ini.
“Saya tidak memahami maksud Hakim Ketua, semestinya yang harus ditekankan minta maaf (permintaan damai) itu adalah kepada Terdakwa. Kenapa sepertinya saya yang salah? Saya tak mengerti maksud Majelis Hakim,” terang Mel mendalam.
“Baiklah kalau demikian, nanti saudari akan tahu apa maksud saya,” pungkas Hakim Ketua.
Terakhir, Hakim mempersilahkan PH Terdakwa menyerahkan eksepsi terhadap dakwaan dan membacakannya.
Setelah eksepsi dibacakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanggapi dengan meminta waktu untuk melakukan sanggahan atas eksepsi dari terdakwa.***