PERSADARIAU, KAMPAR – Mulai dari aktivitas perambahan hutan, pembukaan lahan hingga penanaman kelapa sawit dalam kawasan hutan yang diduga tanpa melengkapi izin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menjadi penyebab mencuatnya praktik-praktik penjualan lahan oleh mafia tanah dan penerbitan Surat Kepemilikan Tanah (SKT) dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Sungai Sarik, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar.
Mafia tanah itu bekerjasama dengan Kades Sungai Sarik, Nasrul. Sebelumnya, Kades ini sudah mengaku kepada Persadariau telah terbitkan sejumlah SKT, tapi tidak semua praktik penjualan tanah-tanah tersebut atas inisiasinya. Ada beberapa oknum warga desa setempat yang kerap menjual lahan tanpa sepengetahuannya.
“Saya tahu sudah langgar aturan, tapi tidak semua tanah itu saya yang menjual. Ada juga masyarakat yang sering jual tanah,” ucap Nasrul pada awak media, Rabu (5/4/23).
Setelah bersusah payah menutupi pelaku yang terlibat, akhirnya Nasrul menyebutkan nama-nama oknum masyarakat yang kerap beraksi dalam penjualan lahan hutan, “Yang saya ingat yang pernah datang sama saya si END, TN, SDT, IK alias BA. Pernah beberapa kali orang itu datang minta buatkan surat,” ungkap Kades ini.
Nasrul mengatakan, ia jarang terlibat secara langsung terkait jual beli lahan, yang lebih sering terjadi pelaku telah menentukan sendiri lokasi yang akan dijual. Setelah sepakat dengan pembeli dan menerima sejumlah uang atas pembayaran tanah tersebut, barulah oknum-oknum itu mendatangi Kepala Desa agar bersedia mengeluarkan SKT.
“Pas sudah kepepet orang itu baru mencari saya mohon-mohon minta buatkan surat. Kalau saya tidak mau, mereka selalu bilang takut tidak bisa mengembalikan uang yang sudah diterima dari pembeli,” terangnya.
“SDT tidak pernah secara langsung datang ke saya tapi melalui kawan-kawannya termasuk IK alias BA. Saya tidak ada minta bagian dari hasil jual tanah itu, biaya surat pun tak ada tarif, suka rela aja sama saya,” tambah Nasrul.
Disinggung tentang pembukaan lahan dan pembangunan kebun kelapa sawit oleh kelompok tani Kejayaan VIII Koto Setingkai yang bersepakat dengan Ninik Mamak Ulayat Antakkanjadi, Nasrul tak menampik ia pun turut serta dalam program tersebut.
“Itu kan kekuasaan Datuk Lelo (datuk Pandu) dibantu datuk Ajo Mangkuto (datuk maska), mereka yang menentukan lahannya dan saya mau terlibat disana karena Bahar selalu meyakinkan saya bahwa dia akan mengurus izin pelepasannya,” ujar Kepala Desa Sungai Sarik.
“Waktu itu pergilah saya ke lahan itu, saya lihat sudah dikerjakan lahan kebun itu oleh Bahar padahal janjinya sama saya mau urus izin dulu sebelum mulai kerja, sampai sekarang Bahar tidak ada melaporkan apapun ke saya,” kesal Nasrul sebelum mengakhiri wawancara via telepon dengan wartawan. (Sus/Tim)