PERSADARIAU, JAKARTA — Motif jatah Preman (Japrem) yang dilakukan Gubernur Riau, Abdul Wahid terkuak setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil tangkap tangan 10 orang pada Senin (2/11/2025) sore lalu di dua tempat berbeda di Kota Pekanbaru.
Dalam konferensi pers, KPK menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap beberapa orang bawahannya dilingkungan Dimas PUPR PKPP.
“Jadi informasi yang kami gali dari kepala UPT bahwa mereka uangnya tu pinjem. Ada yang pakai uang sendiri, pinjam ke bank, dan lain-lain,” kata PLT Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).
Abdul Wahid diduga mengancam bawahannya jika tidak mengikuti perintah berupa permintaan sejumlah uang yang disebut ‘jatah preman’ itu.
“Abdul Wahid minta fee 7 Miliyar atau 5%. Yang tidak patuh diancam pencopotan atau mutasi dari jabatannya,” kata wakil ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers digedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).
Dia menceritakan awal pertemuan antara Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Riau Ferry Yunanda dan enam orang kepala UPT wilayah I-VI untuk membahas kesanggupan fee proyek yang akan di berikan kepada Abdul Wahid yakni sebesar 2,5 persen. Fee tersebut sebagai penambahan anggaran 2025 dialokasikan ke UPT jalan dan jembatan wilayah I-VI di PUPR yang semula dengan nilai proyek Rp 71,6 Miliyar menjadi Rp 177,4 Miliyar. Artinya ada kenaikan nilai proyek sebesar Rp 106 miliyar.
KPK menduga sudah ada Rp 4 Miliyar yang diserahkan dari total permintaan Rp 7 Miliyar. KPK menyebutkan uang itu diberikan secara bertahap. Uang itu diduga akan dipakai untuk keperluan Abdul Wahid saat lawatan ke 3 negara.
Abdul Wahid dan para tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 12e dan atau Pasal 12f dan Pasal 12b UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
FA

