PERSADARIAU, PEKANBARU – Penertiban kawasan hutan yang dilaksanakan oleh Satgas PKH dinilai tidak berpihak kepada masyarakat yang mendiami wilayah di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Sekretaris Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau (KOMMARI) Abdul Aziz menyebut tindakan dan langkah-langkah yang dilakukan Satgas PKH menimbulkan keresahan warga.
Pemasangan plang kawasan hutan tidak hanya menyasar lahan yang dikelola perusahaan, tetapi juga berimbas pada kebun kelapa sawit garapan masyarakat.
Aziz mengungkapkan juga, pihak-pihak yang menggarap lahan kebun sawit diundang ke gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau guna memberikan keterangan. Namun kenyataannya berbeda, pemilik kebun justru ditekan untuk menandatangani surat penyerahan lahan kepada Satgas PKH.
“Mayoritas pemilik lahan menandatangani surat itu karena ditakuti akan dipidanakan, bahkan diancam dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ini bentuk intimidasi terhadap rakyat Riau,” ujar Aziz, seperti dikutip.
Menanggapi kabar yang beredar itu, Komandan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas–PKH) Mayjen TNI Dody Triwinarno S.I.P M.Han memastikan proses penegakan hukum yang dilaksanakan pihaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Saya pastikan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan Satgas PKH tidak ada yang dilaksanakan diluar ketentuan peraturan perundang-undangan maupun diluar kode etik aparatur penyelenggara negara karena seluruh anggota Satgas PKH merupakan aparatur negara dari kementerian/lembaga yang tergabung dalam satgas PKH. Semua berjalan sesuai koridor dibawah arahan dan kendali Satgas PKH Pusat,” kata Dody Triwinarno kepada Persadariau, Kamis (20/11/25).
Perwira tinggi TNI ini juga menjelaskan pihak yang menguasai dan menggarap lahan hutan secara tidak sah, dapat dijerat dengan sanksi pidana.
Ketentuan itu tertuang di dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Regulasi tersebut turut merubah Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Dalam peraturan itu diatur subyek hukum yang dapat terkena sanksi adalah orang perorangan maupun badan usaha,” jelasnya.
Konsekuensi hukum lainnya, lanjut Dody, para pihak berpotensi disangkakan melanggar Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Ini dapat diterapkan apabila pelaku tindak pidana umpamanya tindak pidana kehutanan diduga telah menempatkan/memindahkan, menyembunyikan/menyamarkan, menggunakan harta kekayaan, mengubah bentuk, menggunakan pihak ketiga atas hasil tindak pidananya. Namun pengenaannya harus mengikuti hukum acara yang berlaku,” jelas Dody.
Sus

