PERSADARIAU, PEKANBARU — Jikalahari menilai Menteri Sumber Daya Alam, Lingkungan, dan Perubahan Iklim (NRECC) Malaysia Nik Nazmi Nik Ahmad, yang mengirim surat kepada ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (LHK) Siti Nurbaya Bakar terkait polusi asap
yang telah masuk ke Malaysia dari Indonesia adalah bentuk sandiwara.
“Malaysia sedang memainkan strategi lempar batu sembunyi tangan, padahal di Indonesia,
Malaysia melalui perusahaan asal Malaysia dan penyandang dana asal Malaysia berkontribusi besar terhadap deforestasi di Indonesia, salah satunya melakukan pembakaran hutan dan lahan di Indonesia,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.
Di Riau, grup perusahaan asal Malaysia yaitu Simedarby, Minamas, Kuala Lumpur Kepong Berhard, Batu Kawan dan Wilmar menguasai lahan seluas total 136.536 hektar untuk perkebunan sawit. Hasil analisis hotspot di konsesi perusahaan sawit asal Malaysia sepanjang 2013 – 2023 menemukan 145 titik hotspot, 39 titik diantaranya dengan confidance lebih 70% yang berpotensi menjadi titik api, ersebar di PT Bumireksa Nusa Sejati 17 titik, PT Safari Riau 6 titik, PT Dharma Wungu Guna 6 titik dan PT Aneka Inti Persada 4 titik.
Penegakkan hukum karhutla juga dikenakan pada PT Bhumi Reksa Nusa Sejati (Minamas Grup, terbakar pada 2014 seluas 50 hektar, hingga detik ini masih menjadi tersangka oleh kementerian lingkungan hidup), PT Adei Plantation Industri (2014 terbakar seluas 40 hektar dan dihukum membayar pemulihan lingkungan sebesar Rp 15 miliar dan 2019 kembali terbakar seluas 4 hektar dan dihukum membayar pemulihan lingkungan sebesar Rp 2,9 miliar).
Selain itu, Jikalahari juga menemukan perusahaan sawit milik Malaysia berada dalam kawasan hutan seperti, PT Adei Plantation dan PT Adei Plantation Industry, PT Aneka Inti Persada, PT Bina Pitri Jaya, PT Lahan Tani Sakti, PT Safari Riau dan PT Tunggal Mitra Plantation dengan total luas
kebun sawit yang berada dalam kawasan hutan seluas 4.658,84 hektar.
Penyandang dana asal Malaysia
Malayan Banking atau Maybank PT Bank Maybank Indonesia, Tbk merupakan bank swasta, bagian dari Malayan Banking Berhad (Maybank) Group yang berdiri di Indonesia pada tahun 1959, mendapatkan ijin sebagai bank devisa pada tahun 1988, dan menjadi perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 1989.
Sejak Desember 2021, Maybank Indonesia telah memiliki 356 cabang termasuk cabang Syariah, dan tersebar di seluruh Indonesia serta satu cabang luar negeri di Mumbai, dan India. Maybank Indonesia memiliki 22 Mobil Kas Keliling dan 1.033 ATM yang terhubung dengan lebih dari 20.000 ATM yang tergabung dalam ATM PRIMA, ATM BERSAMA, ALTO, CIRRUS, dan terhubung dengan 3.500 ATM Maybank di Singapura, Malaysia dan Brunei. Maybank Indonesia mengelola simpanan nasabah dengan total aset senilai Rp168,8 triliun per Desember 2021.
Maybank banyak menggelontorkan pembiayaan bagi perusahaan sawit yang beroperasi di Indonesia; dalam bentuk kredit dan investasi. Menurut data forestsandfinance.org; sejak 2013 hingga 2022, Maybank tercatat memberikan bantuan pendanaan kepada 27 grup besar perusahaan sawit yang beroperasi di Indonesia. Total pendanaan yang diberikan mencapai USD
2,8 miliar atau setara dengan Rp 43,6 triliun (nilai tukar pada 1 USD=Rp 15.500). Grup terbesar yang menerima pendanaan dari Maybank antara lain korporasi seperti Grup Sinar Mas, Grup Harita dan Grup Batu Kawan.
Berikut data total pendanaan yang diterima masing-masing grup dari Maybank:
Satuan pendanaan dalam Juta USD, sumber: forestsandfinance.org, diakses pada tanggal 3
Oktober 2023 pukul 09:00 wib Terdapat 6 Group perusahaan di Riau yang mendapat pendanaan dari Maybank yaitu Perkebunan Nusantara Group, Salim Group, Sime Darby Plantations, Sinar Mas Group, Surya Dumai Group, dan Wilmar. Jumlah hotspot sejak 2013 – 2023 dari ke-6 group ini 1.720 titik (confidence 0-100%), 57% (982 titik) berpotensi menjadi titik kebakaran (confidance >70%). Surya Dumai Group merupakan group dengan jumlah hotspot paling banyak.
“Agar polusi asap yang melintas ke Malaysia tidak terjadi lagi pada El Nino berikutnya, Indonesia segera mencabut seluruh izin perkebunan sawit asal Malaysia termasuk mencabut izin penyandang dana dari Malaysia, total 136.536 hektar lahan yang dikuasai oleh Malaysia itu adalah milik Masyarakat Adat dan tempatan serta makhluk ekologis yang secara tidak langsung dikuasai oleh Malaysia,” kata Made Ali.
Otoritas yang dapat mencabut perizinan Maybank ada pada OJK.
“Ini peluang bagi OJK untuk menunjukan kewibawaan, kewenangan dan kekuatannya yang begitu besar pasca terbit Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, berupa penerapan keuangan berkelanjutan, bursa karbon dan taksonomi berkelanjutan. Tigak kewenangan ini menempatkan OJK dapat mencabut perizinan perbankan yang membiayai korporasi yang terlibat karhutla.” tandasnya.
Sebagai langkah komprehensif penanganan karhutla secara nasional, OJK yang saat ini tengah meluncurkan Taksonomi Hijau terbarunya (Taksonomi berkelanjutan) perlu berkoordinasi dengan KLHK melalui pertukaran informasi, penciptaan kebijakan pembiayaan yang lebih baik, yang dapat mendorong penegakan hukum. OJK juga perlu bekerja sama dengan otoritas keuangan internasional karena kajian membuktikan, pembiayaan yang terkait dengan karhutla banyak berasal dari luar Indonesia.