PERSADARIAU, PELALAWAN – Dalam enam bulan terakhir sudah terjadi tiga kali limbah dari pabrik kelapa sawit (PKS) milik PT Sari Lembah Subur (SLS) membahayakan lingkungan hidup.
Limbah PT SLS yang meluap dari kolam penampungan berpotensi mencemari lingkungan hidup. Tak hanya itu, limbah cair tersebut juga merendam tanaman kelapa sawit milik warga disekitar pabrik.
Menurut narasumber, kejadian ini sangat mengancam keselamatan, kesehatan masyarakat dan ancaman kerusakan lingkungan akibat limbah yang mengalir hingga ke sungai Kerumutan.
“Ini kan sangat berbahaya bagi masyarakat, apalagi limbah memasuki aliran sungai. Para pencari ikan tentu akan kesulitan mendapatkan tangkapan bila biota air mati,” ucap warga yang minta dirahasiakan identitasnya kepada Indonesiawarta.com, baru-baru ini.
Masyarakat berharap agar pemerintah dan penegak hukum mampu menindak tegas perusahaan kelapa sawit tersebut. “Dalam waktu yang berdekatan, terjadi 3 kali. Tapi tidak ada sanksi berat, sungguh aneh ini,” kata narasumber.
Berkaitan dengan persoalan limbah PT SLS, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pelalawan merupakan instansi yang paling berwenang menangani pencemaran lingkungan hidup.
“Iya, kemarin sudah turun petugas PPLH kita mengecek, memang ada luberan limbah di kebun. Sample nya sudah kita ambil dan kita perintahkan untuk segera membersihkan limbah tersebut,” ujar Kepala DLH Pelalawan, Eko Novitra ST M.Si kepada media, (25/4/24).
Menanggapi pertanyaan awak media mengenai lemahnya pengawasan dan kurang maksimal kinerja DLH Pelalawan terhadap pengelolaan limbah oleh korporasi.
Kepala DLH Pelalawan mengatakan, “Kejadian ini bisa saja terjadi, kita tidak bisa mengawasi 24 jam. Sama dengan kecelakaan bermotor, walaupun polisi sudah membuat rambu-rambu dan sering di ingatkan,” sebut Eko.
“Sanksi administrasi sudah kita berikan pada kesalahan sebelumnya. Dan ini akan kita beri sanksi lagi,” tambahnya.
Saat di singgung tentang sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada korporasi sawit itu, Kepala DLH ini tidak menjawab pertanyaan dari jurnalis.
Pada dasarnya, setiap orang, badan usaha atau korporasi yang melakukan pencemaran lingkungan dapat dijerat dengan hukuman pidana, seperti yang dimaksud Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 60 :
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan berbahaya ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Pasal 104 :
Sebagaimana yang dimaksud Pasal 60, maka Pelaku dapat di pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah).
Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan lalai sehingga mengakibatkan di lampauinya baku mutu udara, baku mutu air, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati. Maka dihukum dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 9 miliar.***