PERSADARIAU, PEKANBARU — Guna menghadapi tantangan disinformasi yang semakin meresahkan menjelang Pemilu 2024, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan AJI Pekanbaru menyelenggarakan diskusi terpumpun atau focus group discussion (FGD), yang digelar di salah satu hotel Pekanbaru, Sabtu (16/9/2023).
Para peserta kegiatan ini berasal dari beragam latar sosial, mulai dari organisasi keagamaan, kemahasiswaan, lingkungan, hingga para pemengaruh atau influencer.
Ketua AJI Pekanbaru, Eko Faizin, menggarisbawahi urgensi kolaborasi lintas sektor untuk melawan ancaman ini. Disinformasi, penyebaran informasi palsu atau secara sengaja melalui media sosial dan platform digital, telah menyebabkan kerusakan baik pada individu maupun masyarakat secara keseluruhan.
“Informasi digital yang berkembang pesat menciptakan ekosistem informasi yang kompleks, di mana informasi yang salah atau menyesatkan dapat dengan mudah menyebar. Disinformasi bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti berita palsu, rumor, propaganda, dan manipulasi citra,” ujar Eko.
Dia menekankan untuk melawan disinformasi membutuhkan kerjasama antara para ahli teknologi, akademisi, jurnalis, dan pengambil keputusan untuk mengembangkan pendekatan kolaboratif yang holistik dan efektif. Tanpa kerjasama yang baik, upaya individu dan organisasi akan terbatas dalam menghadapi skala penyebaran disinformasi yang masif.
Sementara itu, Sekjen AJI Indonesia, Ika Ningtyas yang menjadi pemateri pada FGD ini menyoroti bahwa jelang Pemilu 2024, rawan terjadi disinformasi dan misinformasi karena rentang waktunya yang panjang.
Dampaknya bisa berdampak buruk, memicu konflik, pelanggaran privasi, dan merusak proses demokratis.
“Pelaku disinformasi dan mis informasi ini tidak selalu organik, melainkan seringkali direncanakan, termasuk oleh buzzer, fake akun, bot, dan aktor politik tertentu yang ingin memengaruhi opini publik. Selain itu, algoritma di platform media sosial juga turut berkontribusi terhadap penyebaran informasi palsu,” ujarnya.
Ika menyebut peraturan kampanye saat ini tidak cukup efektif dalam menanggulangi penyebaran hoaks. Banyak informasi hoaks yang masih beredar di berbagai platform media sosial.
Kendati ada aturan yang mengatur jumlah akun dukungan bagi kandidat, masih terdapat banyak akun palsu dan tindakan yang tidak sesuai aturan.
Dalam rentang waktu 2014-2019, dampak dari disinformasi dan mis informasi telah memengaruhi baik tingkat elit maupun masyarakat umum, menghilangkan debat substantif tentang isu-isu penting seperti kemiskinan dan lingkungan.
FGD bertema “Kolaborasi Melawan Disinformasi” diharapkan menjadi wadah diskusi produktif untuk merumuskan strategi bersama, memperkuat hubungan antar lembaga, dan membentuk aliansi yang kuat untuk menghadapi tantangan disinformasi dengan lebih efektif.
Melalui kolaborasi yang kuat, diharapkan masyarakat dapat memahami dan memilah informasi dengan lebih bijak, memastikan kebenaran informasi, dan menjaga proses demokratis yang sehat menjelang Pemilu 2024.
Adapun sejumlah organisasi yang hadir pada kegiatan diskusi ini diantaranya adalah PMKRI, PWNA Riau, MATAKIN, Bimas Buddha Riau, GMKI, Gusdurian Riau Kepri, Pemuda Muhammadiyah Riau, PSMTI Riau, PC ISNU Pekanbaru, PW Muhammadiyah Riau, LBH Pekanbaru, RTIK Riau, LPM Aklamasi UIR, Yayasan Hutan Riau, Komik Riau, AMSI Riau, LPM Bahana Unri, Jikalahari, LPM Aksara Umri, dan Putri Hijab Riau.
Diskusi terpimpin ini terselenggara atas kerjasama Cek Fakta, AJI, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) dan Google News Initiative.