PERSADARIAU, PEKANBARU — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bekerja sama dengan DW Akademie menggelar Lokakarya Jurnalistik se-Sumatera dengan mengangkat tema Peliputan Isu Lingkungan di Pekanbaru, 10-12 Agustus 2023.
DW Akademie merupakan organisasi terdepan di Jerman dalam bidang pengembangan media internasional.
Lokakarya ini mendukung profesional media di tingkat lokal di Bangladesh, India, Indonesia dan Pakistan dalam menghasilkan karya jurnalisme berupa video berkualitas tinggi mengenai isu-isu lingkungan.
Di Indonesia, yang menjadi salah satu lokasi negara Asia yang dipilih, mengambil tempat di Pekanbaru.
Sepuluh jurnalis di Sumatera terpilih mengikuti rangkaian lokakarya tersebut.
Ketua AJI Pekanbaru, Eko Faizin berharap 10 peserta terpilih bisa menghasilkan video jurnalistik lingkungan terbaik. Hal ini karena trainer berpengalaman.
“Pelatihan seperti ini langka, apalagi langsung disampaikan trainer dari DW Jerman dan jurnalis senior Indonesia,” katanya, Jumat (11/8/2023).
Dalam pelatihan yang berlangsung 3 hari ini, dua hari peserta mendapatkan teori dan sehari praktik membuat video ke Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Di hari pertama, jurnalis dilatih trainer DW Akademie, Ayu Purwaningsih dan Rizki Nugraha untuk membuat produk video jurnalis dengan materi pelatihan storytelling, konstruktif jurnalistik dan keselamatan dalam peliputan lingkungan.
Teknik pelatihan DW Akademie terkenal unik, dinamis dan sangat interaktif.
Dalam pelatihan laporan lingkungan ini, peserta yang berasal dari Riau, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan mempelajari karakteristik terpenting dari cerita lingkungan yang baik dan pentingnya memahami siapa audiens mereka.
Trainer DW Akademie, Ayu Purwaningsih menyatakan jika menjelang tahun politik, Riau dan sekitarnya banyak isu lingkungan.
Mengingat, persoalan-persoalan lingkungan sangat erat dengan isu politik.
“Untuk itu dibutuhkan ketrampilan jurnalis agar mampu memproduksi berita yang kritis, tanpa meninggalkan banyak pula kisah-kisah konstruktif yang dibutuhkan pula oleh masyarakat untuk memberikan harapan bagi mereka, bahwa masih ada solusi dalam menyelamatkan lingkungan kita,” kata Ayu.
Ia mengingatkan juga bahwa keamanan dalam liputan menjadi poin penting agar jurnalis selalu menyiapkan diri secara fisik dan mental dalam meliput isu lingkungan.
Tak hanya itu, trainer juga memberikan masukan tentang penyederhanaan atau pelokalan jargon, membuat cerita global lokal-lokal global dan memanusiakan manusia serta mengutip suara-suara yang berbeda.
Sementara trainer DW Akademie yang lain, Rizki Nugraha menjelaskan pentingnya memberdayakan jurnalis di daerah, terutama perempuan, agar mampu mewartakan isu-isu lingkungan lokal secara berkualitas untuk audiens yang lebih luas, termasuk di luar negeri.
“Pelatihan ini juga dimaksudkan untuk mengajak teman-teman wartawan untuk menggunakan pendekatan yang konstruktif dalam peliputan jurnalistik,” ujar Rizki.
Pada momen tersebut, trainer juga memberikan tips tentang visualisasi dan meminta peserta untuk mengulas mengapa penting untuk menyertakan visualisasi data dalam cerita lingkungan, termasuk peta data atau Geographic Information System (GIS).
Ada banyak diskusi kelompok yang mendorong peserta untuk bekerja sama sebagai tim dan mempresentasikannya.
Para peserta kemudian mempresentasikan pitch story yang diskenariokan dalam bentuk “rapat redaksi”.
Disimulasikan, seorang reporter berusaha keras untuk meyakinkan ruang redaksinya untuk menerima tawaran mereka dan menangani kritik atau menerima rekomendasi dari rekan mereka dalam memproduksi cerita mereka.
Di sini, semua rencana terkait pembuatan cerita lingkungan didiskusikan secara intensif topik, sudut pandang, target audiens, elemen bagus dalam laporan lingkungan untuk proposal cerita mereka.
Pada hari kedua, peserta juga diberi bekal peliputan oleh Redaktur Senior Majalah Tempo, Sunu Dyantoro yang memaparkan mengenai Jurnalisme Konstruktif dan Yuafriza Jurnalis Senior yang memberi materi mengenai keamanan jurnalis saat melakukan liputan dan keamanan digital bagi jurnalis.
Sunu menyebut ada kecenderungan pembaca lebih menyukai berita bombastis: good news is a bad news.
Padahal ada pendekatan baru, bahwa ada juga berita-berita positif yang mendapat tempat pembaca.
“Kecenderungannya kini mulai dari bergeser dari good news ke bad news ke arah- good news is good news,” jelasnya.
Selain itu, jurnalis senior ini juga sangat mendorong partisipan untuk bekerja secara berkelompok dalam membandingkan jenis-jenis cerita jurnalisme konstruktif.
Trainer yang lain, jurnalis senior perempuan Mentawaikini.com, Yuafriza menjabarkan keamanan terhadap jurnalis.
Sesi ini penting sebagai antisipasi ancaman bahaya bagi wartawan lingkungan.
“Ada tiga jenis ancaman yang perlu diwaspadai yaitu kekerasan digital, fisik dan psikologis,” paparnya.
Kepada peserta, wanita yang kerap disapa Uni Ocha ini menjelaskan bagaimana strategi-strategi dalam mengatasi ancaman. ***