PERSADARIAU,PELALAWAN — Kepolisian Daerah (Polda) Riau menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kredit fiktif di salah satu bank milik negara (BUMN) yang beroperasi di Kabupaten Pelalawan. Kerugian negara dalam perkara ini ditaksir mencapai sekitar Rp7,9 miliar.
Penyidikan kasus ini dimulai sejak 13 November 2024, sebagaimana tertuang dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
FL ditetapkan sebagai tersangka pada 21 Agustus 2025. Berkas perkaranya langsung dilimpahkan ke Jaksa Peneliti di Kejaksaan Tinggi Riau pada 22 Agustus 2025.
Namun, hasil penelitian menyatakan berkas tersebut belum lengkap dan dikembalikan ke penyidik disertai petunjuk atau P-19 pada 9 September 2025.
Kedua tersangka masing-masing berinisial LF, mantan pegawai bank yang menjabat sebagai petugas pemasaran kredit, dan RA, pihak swasta. Penyidik menilai LF berperan dalam memproses dan menyetujui pengajuan kredit yang tidak sesuai dengan ketentuan, sementara RA diduga membantu menyiapkan data calon debitur yang tidak sesuai kondisi sebenarnya.
Kepolisian menjelaskan bahwa modus yang digunakan adalah pengajuan kredit dengan dokumen yang tidak sah, termasuk identitas debitur dan data usaha. Kredit tetap dicairkan meski tidak memenuhi prinsip kehati-hatian perbankan.
“Penyidik telah menemukan alat bukti yang cukup sehingga menetapkan dua orang sebagai tersangka. Saat ini berkas perkara telah dilimpahkan ke jaksa peneliti untuk proses hukum selanjutnya,” ujar Kabid Humas Polda Riau dalam keterangan resminya.
Menanggapi isu yang berkembang di masyarakat, kepolisian menegaskan bahwa penyidikan kasus ini tidak berkaitan dengan pejabat daerah.
“Dalam penanganan perkara kredit fiktif ini, penyidik tidak menemukan keterlibatan kepala daerah maupun orang terdekat Bupati Pelalawan Zukri. Fakta hukum yang ada hanya mengarah pada dua tersangka yang telah ditetapkan,” tegasnya.
Polda Riau menyatakan penyidikan masih terbuka untuk pengembangan apabila ditemukan fakta dan alat bukti baru.
Kepolisian juga mengimbau masyarakat agar tidak membangun opini atau spekulasi yang dapat menyesatkan publik dan mengganggu proses hukum.
Kasus kredit fiktif ini menjadi perhatian karena menyangkut tata kelola perbankan dan pengawasan internal lembaga keuangan di daerah.

