PERSADARIAU, PEKANBARU – Beberapa kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) di sejumlah kabupaten dan kota di Provinsi Riau, merasa tidak nyaman.
Usai menerima surat dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Jurnalis Anti Rasuah (AJAR) Jakarta – Indonesia.
Surat tersebut berisikan tentang dugaan penyimpangan penggunaan dana BOS. Dengan disertai permintaan komunikasi lanjutan yang berujung pada pungutan uang.
Dokumen itu dikirim oleh pihak LSM ke sejumlah sekolah menggunakan jasa sebuah perusahaan ekspedisi.
Menurut keterangan dari sumber, oknum LSM AJAR disebut-sebut telah memungut uang dengan jumlah yang bervariasi. Mulai dari Rp500 ribu hingga Rp3,5 juta per-sekolah.
Dengan berbagai alasan biaya operasional lembaga dan pembukaan kantor baru di Pekanbaru. Setidaknya dua kabupaten/kota di Riau dikabarkan telah menjadi sasaran pungutan itu.
“Awalnya kami ditekan dengan surat bernada investigasi Dana BOS. Lalu diarahkan untuk koordinasi. Dari situ muncul permintaan uang,” ujar salah seorang kepala sekolah yang meminta identitasnya dirahasiakan, Rabu (17/12/25).
Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, menurut pengakuan beberapa kepala sekolah, pihak oknum LSM AJAR mengklaim memperoleh nomor kontak kepala sekolah dari seorang kepala bidang (Kabid) di Dinas Pendidikan Provinsi Riau.
Klaim ini menimbulkan tanda tanya besar dan mendorong desakan agar Dinas Pendidikan Provinsi Riau segera memberikan klarifikasi resmi.
“Kalau benar data kepala sekolah diperoleh dari pejabat dinas, ini persoalan serius dan harus dibuka ke publik,” ujar seorang pengamat kebijakan pendidikan di Riau.
Tak hanya soal uang, oknum LSM AJAR juga disebut menawarkan kerja sama pembiayaan Sistem Informasi Pengadaan Sekolah melalui SIPLah (SIIPLA) serta menjanjikan bantuan pemberitaan positif bagi sekolah-sekolah yang bersedia bekerja sama.
Praktik ini dinilai sejumlah pihak sebagai bentuk tekanan terselubung, karena disertai ancaman moral berupa dugaan pelaporan ke aparat penegak hukum jika sekolah tidak merespons surat tersebut.
Surat oknum LSM AJAR sendiri, yang salinannya telah beredar luas dan diterima redaksi, menyebutkan adanya dugaan kuat penyimpangan Dana BOS sejak 2019 hingga 2024.
Lengkap dengan lampiran tabel penggunaan anggaran, serta ultimatum batas waktu klarifikasi sebelum dinaikkan ke media dan dilaporkan ke aparat hukum.
Sejumlah kepala sekolah mengaku merasa diperas secara psikologis dan administratif, terlebih surat tersebut menggunakan kop lembaga nasional, istilah hukum, serta menyebutkan pasal-pasal pidana korupsi.
“Kalau memang ada temuan, silakan lapor sesuai prosedur. Tapi jangan minta uang, apalagi menjanjikan pemberitaan positif. Ini sudah menyimpang,” tegas seorang kepala sekolah di wilayah Riau daratan yang namanya enggan di publikasi.
Bahkan, menurut informasi yang dihimpun. Baru-baru ini terdapat kepala sekolah di Riau yang kembali menjadi korban praktik serupa, menandakan bahwa pola ini masih terus berjalan.
Atas kejadian ini, para kepala sekolah dan pemerhati pendidikan mendesak Inspektorat, Aparat Penegak Hukum, serta Dinas Pendidikan Provinsi Riau untuk segera turun tangan melakukan klarifikasi dan investigasi menyeluruh.
Mereka juga mengimbau agar sekolah tidak melayani permintaan uang atau kerja sama apa pun dari pihak-pihak yang mengatasnamakan LSM, media, atau lembaga investigasi tanpa dasar hukum yang jelas.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak LSM AJAR belum memberikan klarifikasi resmi atas tudingan tersebut. Karena pesan singkat WhatsApp-nya tidak dijawab, demikian juga melalui sambungan telepon juga tidak menjawab. **

