PERSADARIAU, JAKARTA – Pembahasan daftar inventarisasi masalah Rancangan Undang Undang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) oleh pemerintah.
Tidak melibatkan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pernyataan ini disampaikan Ketua KPK Setyo Budiyanto.
“Setahu saya, sampai dengan hari-hari terakhir memang KPK tidak dilibatkan,” ujar Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/7/25) mengutip Inilah.com.
Lembaga pemberantas rasuah ini berharap dapat turut serta berdiskusi dengan Komisi III DPR RI dalam membahas RUU KUHAP.
“Ya harapannya sih kami bisa lakukan seperti itu lah,” ujarnya.
Setyo mengungkapkan perbincangan itu akan digunakan KPK untuk menuangkan ide-ide mengenai Rancangan Perubahan atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dengan tujuan, agar RUU KUHAP itu nantinya mampu memayungi upaya-upaya pemberantasan korupsi secara maksimal.
Ketua KPK sebut, pihaknya telah mengkaji RUU KUHAP serta membandingkannya dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Setelah ditelaah, terdapat 17 permasalahan yang memperlihatkan ketidakselarasan antara RUU KUHAP dengan Undang Undang KPK.
Seperti diketahui, secara resmi naskah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUHAP di tandatangani pemerintah pada tanggal, 23 Juni 2025.
Pada saat itu hadir Menteri Hukum Supratman Andi Atgas, Ketua Mahkamah Agung Sunarto, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Acara penandatangan naskah tersebut berlangsung tanpa kehadiran Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kini, pemerintah tengah membahas RUU KUHAP dan menjadi salah satu Rancangan Undang Undang dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
Pembahasan DIM RUU KUHAP yang meliputi 1.676 poin telah diselesaikan Komisi III DPR RI pada, Kamis (10/7/25).
Penyerahan Hasil kerja Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi kepada Panitia Kerja (Panja) dijadwalkan, Senin (21/7/25). Setelah itu akan dilanjutkan dengan rapat kerja.
17 Persoalan Tumpang Tindih antara RUU KUHAP dan UU KPK :
- Hilangnya sifat lex specialis UU KPK dalam draf revisi RUU KUHAP.
- Penyelesaian perkara oleh KPK hanya dapat dilakukan berdasarkan KUHAP.
- Penyelidik KPK tidak diakomodasi karena RUU hanya mengakui penyelidik dari Polri yang diawasi oleh penyidik Polri.
- Definisi penyelidikan dalam RUU hanya sebatas mencari dan menemukan peristiwa pidana, sedangkan dalam UU KPK bertujuan menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti.
- Keterangan saksi hanya dianggap sah sebagai alat bukti bila diperoleh pada tahap penyidikan, penuntutan, dan/atau persidangan. Sementara dalam UU KPK, sejak penyelidikan pun sudah diakui.
- Penetapan tersangka dalam RUU dilakukan setelah terkumpul dua alat bukti, sedangkan KPK dapat menetapkan tersangka saat perkara naik dari penyelidikan ke penyidikan.
- Penghentian penyidikan wajib melibatkan penyidik Polri, padahal KPK memiliki kewenangan independen yang cukup memberi tahu Dewan Pengawas.
- Pelimpahan berkas perkara dilakukan melalui penyidik Polri, sedangkan di KPK diserahkan langsung oleh penyidik kepada penuntut umum KPK.
- Penggeledahan terhadap tersangka wajib didampingi penyidik Polri dari wilayah hukum setempat.
- Penyitaan harus mendapat izin Ketua Pengadilan Negeri. Sementara menurut UU KPK, penyitaan dapat dilakukan tanpa izin Ketua PN.
- Penyadapan hanya diperbolehkan pada tahap penyidikan dengan izin Ketua PN dan dikategorikan sebagai upaya paksa. Padahal KPK dapat melakukan penyadapan sejak tahap penyelidikan, cukup diberitahukan kepada Dewas, dan bersifat rahasia.
- Larangan bepergian ke luar negeri dalam RUU hanya berlaku untuk tersangka.
- Perkara tindak pidana korupsi tidak dapat disidangkan selama proses praperadilan masih berlangsung.
- Kewenangan KPK dalam menangani perkara koneksitas tidak tercantum dalam RUU.
- Perlindungan terhadap saksi atau pelapor hanya dilakukan oleh LPSK, padahal KPK juga memiliki kewenangan memberikan perlindungan.
- Penuntutan di luar daerah hukum dilakukan melalui penunjukan oleh Jaksa Agung. Sementara penuntut KPK diangkat dan diberhentikan oleh KPK dan berwenang menuntut di seluruh wilayah Indonesia.
- Penuntut umum dalam RUU hanya mencakup pejabat Kejaksaan atau lembaga yang diberi kewenangan oleh undang undang. KPK menilai perlu ditegaskan bahwa pejabat KPK juga merupakan penuntut umum. **