PERSADARIAU, JAKARTA — Di tengah upaya pemerintah menekan ketergantungan pada bahan bakar fosil, buah Bintaro (Cerbera manghas) kini muncul sebagai solusi alternatif bahan baku bioetanol pengganti bensin (BBM). Tanaman yang selama ini dikenal sebagai peneduh kota tersebut terbukti memiliki kandungan selulosa tinggi yang dapat dikonversi menjadi energi terbarukan sekaligus memiliki berbagai manfaat praktis lainnya bagi manusia.
Proses transformasi buah bintaro menjadi bahan bakar cair dilakukan melalui tahapan sistematis berikut:
1. Tahapan Produksi Bioetanol
Pra-Perlakuan: Buah bintaro dikeringkan dan digiling menjadi serbuk halus (40-60 mesh) untuk mengoptimalkan reaksi kimia.
Hidrolisis: Serbuk direaksikan dengan asam sulfat (H2SO4cap H sub 2 cap S cap O sub 4
𝐻2𝑆𝑂4) encer untuk memecah selulosa menjadi glukosa (gula sederhana).
Fermentasi: Cairan glukosa difermentasi menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae selama 72 jam guna menghasilkan alkohol.
Distilasi: Proses penyulingan dilakukan untuk memurnikan etanol hingga mencapai kadar yang sesuai untuk standar bahan bakar mesin.
2. Hasil Uji Coba dan Performa
Uji laboratorium menunjukkan bahwa bioetanol bintaro pada campuran E10-E20 mampu meningkatkan angka oktan kendaraan dan menghasilkan emisi karbon monoksida (CO) yang lebih rendah dibandingkan bensin murni. Karena sifatnya yang beracun dan tidak dapat dikonsumsi (non-edible), pengembangan bintaro sebagai BBM tidak mengganggu ketahanan pangan nasional.
3. Manfaat Lain bagi Manusia dan Lingkungan
Selain sebagai sumber energi, tanaman bintaro memberikan nilai guna signifikan lainnya:
Pengusir Hama Alami
Kandungan senyawa cerberin yang beracun pada buah bintaro sangat efektif untuk mengusir tikus secara alami di area pemukiman maupun pertanian. Meletakkan buah bintaro segar di lokasi strategis dapat membuat tikus menjauh karena aroma dan efek toksiknya.
Biopestisida
Ekstrak daun dan getah buahnya dimanfaatkan sebagai pestisida nabati untuk memberantas ulat grayak dan serangga hama gudang, menjadikannya alternatif yang ramah lingkungan bagi petani.
Paru-Paru Kota
Sebagai pohon peneduh, bintaro memiliki kemampuan adaptasi tinggi untuk menyerap gas beracun dan polusi udara di jalan raya, serta berfungsi sebagai peredam kebisingan kota.
Potensi Medis
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa nano selulosa dari kulit buah bintaro berpotensi dikembangkan sebagai bahan penyusun obat dan aplikasi medis lainnya di masa depan.
Pemerintah dan akademisi terus mendorong optimalisasi pemanfaatan bintaro agar tanaman peneduh ini tidak hanya berakhir menjadi limbah taman, tetapi menjadi aset strategis dalam kemandirian energi dan pengelolaan lingkungan.

